Pages

yang berminat dimanapun anda berada silahkan hubungin kami langusung.ini dengan bahan asli Internatioanl.... hub: hp :+20162217687..YAHOO: csejati08@yahoo.com

Peluang Investasi Dinar Iraq

Entah sudah kesekian kalinya ada saja orang yang menawari saya dinar Iraq sejak 2005 lalu. Para dinar-holics ini kian mudah dijumpai di manapun dan kapanpun Anda berada. Walaupun Better Business Bureau telah memeringatkan soal ini sejak setahun yang lalu, nyatanya dinar Iraq tetap populer—-termasuk di luar negeri, di eBay, dan sebagainya.
Sejak Iraq meluncurkan mata uang dinar baru menggantikan mata uang lama yang bergambar Saddam Husein pada bulan Oktober 2003, nilainya naik berkali lipat karena aksi spekulasi (speculative buying). Walau begitu, nilainya saat ini masih dirasa rendah (undervalued) dan diperkirakan masih bisa naik tajam dalam waktu dekat.
Tapi benarkah berinvestasi dinar Iraq mempunyai prospek yang bagus?

Fundamental Iraq

Boleh dibilang fundamental negara Mesopotamia ini sangat jauh dari baik atau stabil. Iraq masih terbelenggu oleh sejumlah sangsi ekonomi dan kerusakan infrastruktur akibat perang. Mereka masih punya utang luar negeri sebesar US$ 125 milyar yang makin bertambah setelah perang berakhir.
Pemerintahan Iraq juga sangat labil. Selain gontok-gontokan antara Syiah dan Sunni, tingkat pemberontakan juga masih tinggi dan tidak ada indikasi adanya penurunan. Iraq juga sangat berpotensi dilanda perang saudara yang berkepanjangan. Melihat fakta tersebut, agak sulit dipercaya bila kenaikan dinar Iraq disebabkan karena peningkatan fundamental negeri tersebut.
Kalaupun bisa keluar dari “masalah” ini, Iraq masih harus berkaca dari Venezuela. Sebagai salah stau produsen minyak terbesar dunia, ekspor mereka mencapai 80% dan menyumbang lebih dari separo pendapatan negara. Namun, karena politik yang tidak stabil, Venezuela beberapa kali diguncang aksi mogok dan kudeta. Mata uang mereka saat ini sudah tergerus menjadi sekitar 1/4 nya sejak tahun 2000 lalu.

Cadangan Minyak Iraq

Beberapa waktu lalu, Menteri Perminyakan Iraq, Hussein Shahrastani, diinterview oleh jurnalis Financial Times di London. Ia mengatakan bahwa Iraq berencana menaikkan produksi minyaknya dari sekitar 2 juta barrel per hari menjadi 6 juta barrel per hari dalam lima tahun ke depan. Tanggal 18 Februari ini ada sejumlah preliminary contract yang tengah mereka garap.
Walaupun Iraq masih merupakan pemilik cadangan minyak terbesar setelah Arab Saudi atau Iran, untuk merealisasikan keuntungan dari naiknya harga minyak mentah masih sulit dilakukan. Saat ini Iraq hanya menghasilkan 2 juta barrel per hari, turun dari 2,6 juta barrel pada tahun 2003. [Beberapa publikasi seperti Oil & Gas Journal menempatkan Kanada di urutan kedua terbesar]
Eksplorasi dan eksploitasi minyak di Iraq bagian utara memang masih bisa ditingkatkan sekitar 100 ribu barrel. Namun, biayanya cukup besar—-antara $25-$75 juta—-untuk memperbaiki lebih dari 400 infrastruktur yang rusak semasa perang antara April 2003 sampai Mei 2007. Itu belum termasuk jalan yang rusak karena pemboman dan serangan teroris lokal di bagian utara.
Saat ini, pemerintah regional Kurdistan juga tengah menyusun perjanjian dengan perusahaan minyak asing. Namun penyusunan aturan ini masih tarik ulur dengan kebijakan nasional tentang hidrokarbon (hydrocarbon law) yang mengatur nasionalisasi minyak di Iraq. Praktis, cadangan minyak mereka belum bisa direalisasikan dalam waktu dekat.

Iraq Seperti Kuwait?

Orang banyak menggunakan Kuwait sebagai acuan dan “pembenaran” untuk berinvestasi dalam dinar Iraq. Sejarah memang mencatat sebelum Perang Teluk, 1 dinar Kuwait setara dengan US$ 2,79. Saat terjadi perang 1 dinar turun jadi US$ 0,1, namun saat ini sudah kembali pada rate US$ 3,42.
Sama juga dengan Iraq. Saat ini, Anda bisa membeli 1 juta dinar Iraq dengan hanya US$ 1,000 saja. Andaikata kurs bisa kembali normal ke titik US$ 3,2, maka Anda akan mendapatkan keuntungan US$ 3,2 juta. Tapi kapan Iraq bisa mengembalikan kekuatan mata uangnya sampai level tersebut?
Nyatanya, kita tidak bisa membandingkan begitu saja dengan Kuwait. Sebelum Perang Teluk, Kuwait mempunyai pondasi pemerintahan dan investasi asing yang kokoh. Selesai perang, perekonomian Kuwait tetap bagus dan mampu membayar kewajibannya—-walaupun kehilangan investasi asing yang cabut sekitar US$ 100 milyar. Maka tak heran bila mata uang Kuwait cepat melakukan recovery.
Sementara Iraq, sebelum perang sudah mengantongi utang lebih dari US$ 125 milyar—-belum termasuk minimnya infrastruktur, instabilitas pemerintahan, dan tidak adanya pendapatan di luar sektor minyak. Tahun 2004, Amerika memang mengusulkan sejumlah negara-negara untuk menghapuskan utang Iraq, namun, seperti kita tahu, penghapusan utang tersebut harus dibayar mahal. [Lihat kasus IMF di Indonesia]

Masalah Likuiditas

Risiko likuiditas adalah risiko sulitnya melakukan transfer jual-beli suatu investasi karena tidak diminati pasar. Anda boleh saja berbangga bisa memiliki sejumlah Dinar yang nilainya kini naik drastis, tapi bagaimana bila ketika Anda ingin menjual dan merealisasikan keuntungan Anda, tidak ada seorang pun yang mau membelinya?
Sampai saat ini belum ada kurs internasional yang resmi mengatur dinar Iraq. Itulah mengapa Anda tidak bisa pergi ke bank nasional atau bank internasional dan menukarkan mata uang Anda dari/ke dinar Iraq. Seiring dengan membaiknya situasi dan kondisi di Iraq, lambat laun kurs tersebut memang akan segera ditentukan, namun sampai kapan?
Saat ini money changer juga belum mau menerima jual-beli Dinar. Kalaupun ada bank/money changer yang mau, tentu merupakan oknum yang melakukan jual-beli di bawah tangan. Jadi, Anda hanya bisa menjualnya pada orang yang merasa investasi dinar berprospek cerah. Mengingat tingginya risiko likuiditas ini, saya menganggap investasi ini mirip dengan money game: menjual harapan selama masih ada yang mau membeli harapan tersebut.

Perang Ekonomi Semata

Kalau boleh saya berteori, barangkali euforia ini hanya (maaf) permainan Amerika belaka. Pemerintah Amerika telah berinvestasi lebih dari US$ 200 milyar di Iraq. Mereka juga berkomitmen akan menyumbangkan US$ 18 milyar untuk dana rekonstruksi secara bertahap. Dengan demikian Iraq sudah jadi “milik” Amerika, sehinga pihak yang paling diuntungkan atas naiknya dinar Iraq tak lain adalah Amerika.
Seorang dosen economics dari Lousiana State University pernah berujar bahwa euforia ini sengaja dibuat karena Amerika telah begitu banyak “membiayai” Iraq namun sejauh ini tidak ada peluang untuk mendapatkan return yang cukup tinggi buat mereka. Kata beliau, pendapat ini sudah muncul secara serentak sejak lama di kalangan akademisi.
Peter Lynch pernah mengatakan, “When ten people would rather talk to a dentist about plaque than stocks, it’s likely that the market is about to turn up. When the neighbours tell me what to buy and wish I had taken their advice, it’s a sure sign that the market has reached a top and is due for a tumble.” Hal serupa juga dikatakan Warren Buffett, “Be fearful when others are greedy and greedy only when others are fearful.
Kalau sudah terlalu banyak orang menaruh harapan padanya, bisa jadi dinar Iraq tak sehebat apa yang kita perkirakan.

Too Good to be True

Sebelum perang, 1 dinar Iraq sama dengan US$ 3,22. Kurs tersebut dipatok oleh Saddam Hussein pada tahun 1982. Karena tidak diperdagangkan secara bebas, “kekuatannya” di pasar uang internasional belum teruji. Uang itu kini tak lagi berlaku dan nol nilainya—-kecuali untuk para kolektor (novelty/collectors item).
Mata uang dinar baru juga hanya diperdagangkan dalam skala sangat kecil dan dikendalikan dengan ketat. Volume yang diperdagangkan hanya sekian ribu dollar—-bandingkan dengan pasar forex yang bertransaksi lebih dari US$ 1,9 trilyun per harinya. Kalau dibandingkan, jelas mata uang dinar Iraq sangat tidak material.
Berkaca pada situasi ini, pembatasan terhadap perdagangan dinar Iraq menunjukkan “kekhawatiran” bank sentral Iraq terhadap mata uangnya sendiri. Apabila memang dinar Iraq akan menguat nilainya, mengapa tidak dilepas saja dan dibiarkan jual-beli di pasar terbuka? Kalau memang Dinar merupakan komoditi panas, mengapa justru lebih banyak orang yang menjualnya daripada buy-hold untuk jangka panjang?
Kalau saya tahu saham saya naik berkali lipat dalam waktu dekat, tentu saya akan membeli lebih banyak, menyimpan untuk jangka panjang, dan tidak akan membocorkannya kepada siapapun. Sebaliknya, kalau saya tahu saham saya akan jatuh, tentu saya akan menjual cepat-cepat sambil berkoar pada setiap orang bahwa saham tersebut adalah investasi yang bagus. :)
Paul Ormerod, ekonom dan penulis buku Why Most Things Fail pernah mengatakan, “If the dinar-holics succeed in converting everyone to their view, they won’t be able to cash in their investment. If literally everyone thinks the dinar will go up and up, no one will ever sell.” If it sounds too good to be true, it probably is.

Kesimpulan

After all, saya tetap menaruh respek terhadap siapapun yang memutuskan untuk membeli Dinar. Namun, menurut saya barangkali orang-orang yang benar-benar making money dari dinar Iraq adalah pedagang-penjual saja. Mereka menghasilkan banyak uang selama Anda membelinya—-belum lagi peluang untuk menjual uang palsu. Apalagi, untuk menjualnya kembali boleh dibilang relatif susah. Investasi berbeda dengan spekulasi.
Tapi bisa saja saya salah. Peluang untuk menghasilkan keuntungan tentu saja tetap ada—-walaupun sangat kecil. Kalau Anda ingin berinvestasi, ada baiknya menyimpan uang di bank dalam bentuk mata uang dinar Iraq, bukan membeli mata uang dinar Iraq. Bedakan antara berinvestasi dalam mata uang dan mengoleksi mata uang.

No comments:

Post a Comment

Silahkan luangkan waktu anda untuk memberikan Sedikit Komentar Buat Kemajuan Blog ini.. Setetes Komentar anda sangat berarti buat saya ok tulis yaaa..

login di bawah ini!


RestaurantAsean
Bookmark and Share

Catatan Da'wah

Possibly Related

Iklan Jitu, Bermutu

Masukkan Code ini K1-CC8E97-A
untuk berbelanja di sini
BLOG INI MASIH DALAM TAHAB PERBAIKAN MOHON MAAF APABILA MENGGANGGU KENYAMANAN SAUDARA