1. Sujud di atas Tanah Karbala. Mengambil Kereweng atau Tembikar sebagai alas sujud dan berkeyakinan bahwa perbuatan itu mendapat pahala serta keutamaan.
Tidak ada satupun Hadits Shohih yang menjelaskan tentang kesucian Tanah Karbala. Lebih-lebih Hadits yang menjelaskan keutamaan Sujud di atas Tanahnya. Atau Sunnah mengambil Tembikarnya untuk digunakan alas Sujud, sebagaimana yang di lakukan oleh orang-orang Syi’ah dewasa ini. Seandainya memang itu benar-benar Ibadah Sunnah. Sudah pasti akan lebih diutamakan mengambil Tanah Dua Masjid Suci yang berada di Makkatul Mukarromah. (Masjidil Haram) dan (Masjid Nabawiy) di Madinah.
Banyak Ahli Fiqih menyatakan bahwa perbuatan semacam ini adalah Bid’ah yang diciptakan orang-orang Syi’ah. Akibat dari kecintaan mereka kepada “Ahlul Bait” (Keturunan Nabi) dan bekas-bekas peninggalan mereka. Anehnya mereka menganggap Rasio itu adalah termasuk sumber Syari’at bagi mereka. Oleh karena itu mereka bisa bebas menganggap sesuatu itu baik atau buruk menurut kadar ukuran akal. Padahal mereka sendiri mengatakan bahwa Sujud di atas Tanah Karbala memiliki keutamaan itu termasuk dalam Hadits-hadits yang dianggap batal secara rasional.
Tidak ada satupun Hadits Shohih yang menjelaskan tentang kesucian Tanah Karbala. Lebih-lebih Hadits yang menjelaskan keutamaan Sujud di atas Tanahnya. Atau Sunnah mengambil Tembikarnya untuk digunakan alas Sujud, sebagaimana yang di lakukan oleh orang-orang Syi’ah dewasa ini. Seandainya memang itu benar-benar Ibadah Sunnah. Sudah pasti akan lebih diutamakan mengambil Tanah Dua Masjid Suci yang berada di Makkatul Mukarromah. (Masjidil Haram) dan (Masjid Nabawiy) di Madinah.
Banyak Ahli Fiqih menyatakan bahwa perbuatan semacam ini adalah Bid’ah yang diciptakan orang-orang Syi’ah. Akibat dari kecintaan mereka kepada “Ahlul Bait” (Keturunan Nabi) dan bekas-bekas peninggalan mereka. Anehnya mereka menganggap Rasio itu adalah termasuk sumber Syari’at bagi mereka. Oleh karena itu mereka bisa bebas menganggap sesuatu itu baik atau buruk menurut kadar ukuran akal. Padahal mereka sendiri mengatakan bahwa Sujud di atas Tanah Karbala memiliki keutamaan itu termasuk dalam Hadits-hadits yang dianggap batal secara rasional.
Menurut orang Syi’ah yang bernama As-Sayid Al-Ridho Al-Mar’asyi Al- Syahrastiani ia mengatakan bahwa, "Telah datang sebuah riwayat bahwa Sujud di atas Tanah Karbala adalah paling utama. Hal ini disebabkan kesucian dan kemuliaannya. Dan sekaligus juga kesucian seorang Syahid yang dimakamkan di sana Al-Hasan Cucu Nabi Saw."
Dan pada riwayat lain menyatakan :
“Telah disebutkan juga Hadits dari para Imam keturunan Nabi yang Suci Saw. bahwa sujud diatas tanah Karbala bisa menerangi Bumi sampai lapis yang ketujuh dengan cahaya”
Dalam riwayat lain disebutkan :
“Bahwa Allah akan menerima Sholat orang yang sujud diatas tanah Karbala ketika ditempat lain tidak di terima”
Dalam riwayat lain menyebutkan :
“Bahwa sesungguhnya sujud di atas tanah Makam Al-Hussain dapat menerangi beberapa lapis Bumi”
(Kitab Syia’h Al-Sujuud ’Alaa al-Turban Al-Husai niyah Halaman : 15)
Al-Syekh Al-Albani berkata :
“Hadits-hadits seperti disebutkan di atas adalah tidak benar menurut pandangan kami. Para Imam dari kalangan Ahlu Bait Ra. sendiri sama sekali cuci tangan dari hal tersebut. Hadits-hadits itu tidak memiliki Sanad yang bersambung. Juga sangat lemah dan bisa dikritik, sesuai dengan disiplin ilmu-ilmu Hadits. dan ilmu Utsul Hadits. Hadits yang disebutkan itu adalah Hadits Mursal. (hanya ada satu perawi).Pengarang risalah tersebut tidak menyebutkan bukti-bukti yang benar dan akurat yang bisa menghilangkan keraguan ketika menukil Hadits-hadits yang diduga dari para Imam Ahlul Bait. Dengan demikian sangat jelas bahwa Hadits-hadits itu tidak ada diriwayatkan di dalam Kitab-kitab oleh Ulama As-Sunnah.
Ahli Syi’ah berkata :
“Orang yang paling pertama mengambil Tanah Karbala digunakan untuk alas sujud adalah Nabi Muhammad Saw. pada tahun ketiga Hijriyah ketika itu sedang terjadi perang yang berkecamuk antara Kaum Muslimin dan Kafir Quraisy di Gunung Uhud. Pada peperangan itu banyak tokoh besar dalam Islam yang syahid. Di antaranya adalah Hamzah Ibnul Muthalib. Paman Rasulullah Saw. pada waktu itu Beliau memerintahkan para Wanita untuk meratapi kematian Hamzah diperkumpulan-perkumpulan mereka. Dan perintah itu berkembang agar mereka memuliakan Hamzah, sampai akhirnya diperintahkan mengambil Tanah dari Makamnya dan digunakan untuk mencari Berkah. Mereka juga sujud di atas Tanah itu dengan niat karena Allah Ta’ala, sambil membaca La faz-lafaz tasbih.
(terdapat dalam Kitab Sujuud ’Alaa al-Turban - Al-Husainiyah Halaman : 13)
Dan pada riwayat lain menyatakan :
“Telah disebutkan juga Hadits dari para Imam keturunan Nabi yang Suci Saw. bahwa sujud diatas tanah Karbala bisa menerangi Bumi sampai lapis yang ketujuh dengan cahaya”
Dalam riwayat lain disebutkan :
“Bahwa Allah akan menerima Sholat orang yang sujud diatas tanah Karbala ketika ditempat lain tidak di terima”
Dalam riwayat lain menyebutkan :
“Bahwa sesungguhnya sujud di atas tanah Makam Al-Hussain dapat menerangi beberapa lapis Bumi”
(Kitab Syia’h Al-Sujuud ’Alaa al-Turban Al-Husai niyah Halaman : 15)
Al-Syekh Al-Albani berkata :
“Hadits-hadits seperti disebutkan di atas adalah tidak benar menurut pandangan kami. Para Imam dari kalangan Ahlu Bait Ra. sendiri sama sekali cuci tangan dari hal tersebut. Hadits-hadits itu tidak memiliki Sanad yang bersambung. Juga sangat lemah dan bisa dikritik, sesuai dengan disiplin ilmu-ilmu Hadits. dan ilmu Utsul Hadits. Hadits yang disebutkan itu adalah Hadits Mursal. (hanya ada satu perawi).Pengarang risalah tersebut tidak menyebutkan bukti-bukti yang benar dan akurat yang bisa menghilangkan keraguan ketika menukil Hadits-hadits yang diduga dari para Imam Ahlul Bait. Dengan demikian sangat jelas bahwa Hadits-hadits itu tidak ada diriwayatkan di dalam Kitab-kitab oleh Ulama As-Sunnah.
Ahli Syi’ah berkata :
“Orang yang paling pertama mengambil Tanah Karbala digunakan untuk alas sujud adalah Nabi Muhammad Saw. pada tahun ketiga Hijriyah ketika itu sedang terjadi perang yang berkecamuk antara Kaum Muslimin dan Kafir Quraisy di Gunung Uhud. Pada peperangan itu banyak tokoh besar dalam Islam yang syahid. Di antaranya adalah Hamzah Ibnul Muthalib. Paman Rasulullah Saw. pada waktu itu Beliau memerintahkan para Wanita untuk meratapi kematian Hamzah diperkumpulan-perkumpulan mereka. Dan perintah itu berkembang agar mereka memuliakan Hamzah, sampai akhirnya diperintahkan mengambil Tanah dari Makamnya dan digunakan untuk mencari Berkah. Mereka juga sujud di atas Tanah itu dengan niat karena Allah Ta’ala, sambil membaca La faz-lafaz tasbih.
(terdapat dalam Kitab Sujuud ’Alaa al-Turban - Al-Husainiyah Halaman : 13)
Kitab yang disebutkan di atas adalah Kitab golongan Syi’ah. Oleh karena itu bagi kita yang bukan golongan Syi’ah agar mencermati dengan baik Kitab Syi’ah. Bagaimana kitab itu begitu berani memanipulasi atas nama Rasulullah Saw.
“Mengatakan bahwa Beliaulah orang yang pertama kali mengambil Kereweng/Tembikar untuk digunakan alas Sujud”.
Sekarang sudah sedikit jelas bahwa mengambil Tembikar dari Tanah Karbala yang dianggap memiliki berkah untuk digunakan alas tempat Sujud itu, tidak memiliki dasar Dalil. Dan sekiranya memang harus memakai Alas Sujud dari Tanah. Maka besar kemungkinan Tanah Mekah dan Madinah lebih berkah lagi dari Tanah Karbala.
Maka fikirkanlah kembali wahai orang-orang yang nekad dalam memanipulasi atas Nama Nabi Muhammad Saw. Terlalu sangat berani mengatakan bahwa terlebih dahulu Beliau yang mengambil Tanah untuk alas Sujud. Suatu tudingan yang tidak berdasar sama sekali terhadap seorang Nabi yang Ummi.
Sekarang sudah sedikit jelas bahwa mengambil Tembikar dari Tanah Karbala yang dianggap memiliki berkah untuk digunakan alas tempat Sujud itu, tidak memiliki dasar Dalil. Dan sekiranya memang harus memakai Alas Sujud dari Tanah. Maka besar kemungkinan Tanah Mekah dan Madinah lebih berkah lagi dari Tanah Karbala.
Maka fikirkanlah kembali wahai orang-orang yang nekad dalam memanipulasi atas Nama Nabi Muhammad Saw. Terlalu sangat berani mengatakan bahwa terlebih dahulu Beliau yang mengambil Tanah untuk alas Sujud. Suatu tudingan yang tidak berdasar sama sekali terhadap seorang Nabi yang Ummi.
Al-Syeikh Ali-Al-Qoriy Rahimahullah Ta’ala berkata, “Disunnahkan untuk meninggalkan pendapat yang telah menjadi kesepakatan kelompok Rafidhah. Baik yang menjadi Bid’ah atau Syi’ar yang telah ditetapkan pada Mazhab mereka. Di antara Bid’ah dan Syi’ar mereka itu, adalah meletakkan batu di atas tempat Sujud. Karena sesungguhnya Sujud langsung di atas Tanah yang boleh dipergunakan untuk Sujud (sekali pun kotor) sesuai dengan kesepakatan para Imam adalah lebih baik menurut Ahli Sunnah, ketimbang Sujud di atas Tembikar. Sebab meletakkan batu atas tempat Sujud merupakan perbuatan Bid’ah yang dibuat-buat. Dan ini telah menjadi syi’ar bagi mereka. Karena itu, sudah selayaknya perbuatan semacam itu dijauhi.
Dan sekali-kali jangan membawa-bawa Nama Nabi Muhammad Saw. dalam perbuatan Bid’ah yang dibuat-buat sendiri. Sadar dan ingatlah !! Api Neraka telah menanti terhadap siapa saja yang berani mengatakan bahwa itu adalah anjuran dari Rasul. Tetapi tidak pernah diperbuat oleh Nabi Muhammad Saw.
Sangat panjang jika dipaparkan isi Kitab-kitab mereka. Maka sampai disini saja uraian dan keterangan mengenai orang yang memakai Tanah Karbala untuk alas Sujud. Semoga bisa menjadi perhatian bagi kita semua.
Sangat panjang jika dipaparkan isi Kitab-kitab mereka. Maka sampai disini saja uraian dan keterangan mengenai orang yang memakai Tanah Karbala untuk alas Sujud. Semoga bisa menjadi perhatian bagi kita semua.
2. Melaksanakan Sholat di tempat-tempat yang di atasnya ada Lukisan, atau Sujud di tempat yang ada Gambar atau Pahatan serta tempat-tempat yang ada Lukisannya.Dari A’isyah Ra. ia berkata : “Rasulullah Saw. Sholat menggunakan “Khamisah” (jenis pakaian dari Bulu) yang ada gambarnya. Setelah selesai melaksanakan Sholat Beliau berkata : “Bawalah Khamisah ini kepada Abu Jahm Ibn Hudzaifah. Dan bawakan kepadaku Ambijaniah (jenis Baju tebal dan Kasar yang tidak ada Gambar)”
Berbeda dengan “Khamisah”. Kiranya baju tersebut telah mengganggu konsentrasi Beliau di dalam Sholat.
Riwayat oleh Al-Bukhari didalam Shohihnya Nomor 373
Riwayat Muslim didalam Shohihnya Nomor 556.
Riwayat An-Nasa’iy dalam Al-Mujtabaa Juz II Hal 72
Riwayat Ibnu Majah di Al-Sunan Hadits Nomor 3550
Riwayat Dalam Kitab Al-Muwaththo’ Juz I Hal : 9
Riwayat Dalam Kitab Al-Muwaththo’ Juz I Hal : 9
Riwayat Al-Baihaqi “Al-Sunan Al-Kubroo Juz II : 423
Al-Shan’an berkata :
“Hadits-hadits tersebut merupakan Dalil bahwa segala sesuatu yang dapat merusak konsentrasi dalam Sholat dan juga bisa memalingkan Konsentrasi Hati. Baik berupa ukiran maupun Lukisan adalah Makruh Hukumnya dipakai buat Sholat”.Al-‘Aziz Ibn ‘Abdul As-Salam berkata :
“Makruh Hukumnya Sholat di atas Sajadah yang dihias dengan indah. Karena Sholat harus dilaksanakan dengan rendah Hati dan tenang. Bukankah orang orang yang berada di Masjid Mekah dan Madinah diajarkan Rasulullah Saw. Sholat di atas Tanah dan Pasir atau kerikil ?, karena itu Tawadhuk (merendahkan dirilah) kepada Allah”.Kemudian Beliau berkata :
“Yang paling utama adalah mengikuti semua Perbuatan dan Perkataan Rasulullah Saw. Sebab, Barang siapa yang Ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka akan mendapatkan petunjuk. Dan akan dicintai Allah ‘Azza Wajalla. Dan Barangsiapa yang tidak menta’ati dan tidak mengikuti ajaran Nabi Saw. maka ia akan jauh dari Kebenaran, menurut ukuran kejauhannya dari petunjuk Nabi Saw."(Kitab “Fataawaa ‘Izza Ibn As-Salam Halaman 68)
Dari Anas Ra. ia berkata : “A’isyah Ra. memiliki sehelai kain tipis (yang bergambar) yang digunakan untuk penutup di samping rumahnya (gorden). Lantas Nabi Saw. bersabda kepadanya : “Singkirkan kain itu dari hadapanku, karena gambarnya terus terlintas padaku ketika aku sedang Sholat”. (Al-Bukhari dalam Kitab Shohihnya No 374 & 5959)
“Hadits-hadits tersebut merupakan Dalil bahwa segala sesuatu yang dapat merusak konsentrasi dalam Sholat dan juga bisa memalingkan Konsentrasi Hati. Baik berupa ukiran maupun Lukisan adalah Makruh Hukumnya dipakai buat Sholat”.Al-‘Aziz Ibn ‘Abdul As-Salam berkata :
“Makruh Hukumnya Sholat di atas Sajadah yang dihias dengan indah. Karena Sholat harus dilaksanakan dengan rendah Hati dan tenang. Bukankah orang orang yang berada di Masjid Mekah dan Madinah diajarkan Rasulullah Saw. Sholat di atas Tanah dan Pasir atau kerikil ?, karena itu Tawadhuk (merendahkan dirilah) kepada Allah”.Kemudian Beliau berkata :
“Yang paling utama adalah mengikuti semua Perbuatan dan Perkataan Rasulullah Saw. Sebab, Barang siapa yang Ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka akan mendapatkan petunjuk. Dan akan dicintai Allah ‘Azza Wajalla. Dan Barangsiapa yang tidak menta’ati dan tidak mengikuti ajaran Nabi Saw. maka ia akan jauh dari Kebenaran, menurut ukuran kejauhannya dari petunjuk Nabi Saw."(Kitab “Fataawaa ‘Izza Ibn As-Salam Halaman 68)
Dari Anas Ra. ia berkata : “A’isyah Ra. memiliki sehelai kain tipis (yang bergambar) yang digunakan untuk penutup di samping rumahnya (gorden). Lantas Nabi Saw. bersabda kepadanya : “Singkirkan kain itu dari hadapanku, karena gambarnya terus terlintas padaku ketika aku sedang Sholat”. (Al-Bukhari dalam Kitab Shohihnya No 374 & 5959)
Hadits ini menunjukkan kepada kita. Bahwa Makruh Hukumnya melakukan Sholat di ruangan yang ada Gambar atau Lukisannya. Selain dari itu juga memberikan petunjuk bahwa wajib menghilangkan atau menyingkirkan segala sesuatu yang bisa mengganggu konsentrasi orang yang sedang Sholat, baik itu berupa Gambar atau yang lain. Hadits itu juga bisa dijadikan Dalil. Bahwa Sholat yang dilaksanakan jangan sampai rusak hanya karena Gambar. Karena Nabi Saw tidak memutus Sholatnya dan tidak mengulanginya.
Ibnu Taimiyah berkata :
“Mazhab yang dianut kebanyakan para Sahabat, adalah menganggap Makruh masuk Gereja yang penuh Gambar dan Sholat di dalamnya. Lebih Makruh lagi jika Sholat di sebuah tempat yang banyak Lukisannya. Inilah pendapat yang benar, dan tidak perlu diragukan maupun di sangsikan lagi”.
(Kitab Al-Tiaaraat Al-‘Ilmiyah Halaman 254)
Rasulullah Saw. dahulu melarang umatnya untuk memasuki Ka’bah, sampai semua Gambar dan Patung patung yang di dalamnya dimusnahkan”.
Dari Jabir Ra. bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan ‘Umar Ibn Khattab yang pada waktu itu berada di Bathha’ untuk mendatangi Ka’bah ketika Penaklukan Kota Mekah. Dan menghapus semua Gambar-gambar dan Patung-patung hingga dihapus bersih yang berada di sekitar Ka’bah. Riwayat Abu Daud dalam Kitab Sunannya nomor 4156 dan
Al-Baihaqi di-dalam Sunan Al-Kubroo Juz VII halaman 172-174.
Ibnu Taimiyah berkata :
“Mazhab yang dianut kebanyakan para Sahabat, adalah menganggap Makruh masuk Gereja yang penuh Gambar dan Sholat di dalamnya. Lebih Makruh lagi jika Sholat di sebuah tempat yang banyak Lukisannya. Inilah pendapat yang benar, dan tidak perlu diragukan maupun di sangsikan lagi”.
(Kitab Al-Tiaaraat Al-‘Ilmiyah Halaman 254)
Rasulullah Saw. dahulu melarang umatnya untuk memasuki Ka’bah, sampai semua Gambar dan Patung patung yang di dalamnya dimusnahkan”.
Dari Jabir Ra. bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan ‘Umar Ibn Khattab yang pada waktu itu berada di Bathha’ untuk mendatangi Ka’bah ketika Penaklukan Kota Mekah. Dan menghapus semua Gambar-gambar dan Patung-patung hingga dihapus bersih yang berada di sekitar Ka’bah. Riwayat Abu Daud dalam Kitab Sunannya nomor 4156 dan
Al-Baihaqi di-dalam Sunan Al-Kubroo Juz VII halaman 172-174.
‘Umar ibn Khattab berkata : “Sesungguhnya kami tidak akan masuk kedalam gereja kalian, karena di sana banyak patung-patung yang bergambar”.
Yang dimaksud dengan gambar di sini adalah gambar-gambar yang ada nyawanya, seperti lukisan manusia dan lukisan hewan. Bukan gambar batu atau gambar gunung-gunung dan perahu dan lain sebagainya yang tidak bernyawa. Mari kita simak yang di bawah ini :
عَـنْ عَا ئِــشَــةً أَ نَّـــهَا قَالَـتْ وَاعْـدَرَسُـوْلُ الـلّــــهِ صَــلَّى الـلّـــهُ عَــلَـــيْــهِ وَسَــلَّـمَ ، جِــبْـرِ يْـلُ عَــلَــيْـهِ الـسَّــلاَ مُ فِى سَا عَـــةٍ يَــأْ تِــــيْــهِ فـِـيــْـهَـا فَجَاءَتْ تِــلْـكَ الـسَّاعَـةُ وَ لَـمْ يَـأْ تـِهِ وَ فِى يَـدِ هِ عَـصًا فَـأَ لْـقَاهَامِنْ يَـدِ هِ وَ قَـالَ مَايــُخْـلِــفُ الـلّـــهُ وَ عْـدَ هُ وَ لاَ رُسُــلُــهُ ثُـــمَّ الْــتَــفَـتَ فَــإِ ذ َاجِـرُوْ كَــلْبُ تَـحْتَ سَـرِ يْـرِ هِ فَــقَـالَ يَـاعَـائِــشَــةُ مَــتَى دَخَــلَ هـذَاالْــكَـــلْبُ هَا هُنَا؟ فَـقَا لَتْ :وَ الـلّـــهِ مَادَ رَ يْـتُ فَــأَ مَـرَ بِــهِ فَــأُخْـرِ جَ فَـجَـاءَ جِـبْـرِ يْــلُ فَــقَالَ رَسُـوْ لُ الـلّــــهِ صَــلَّى الـلّــــهُ عَــلَــيْـهِ وَسَــلَّـمَ, وَ اعَـدْ تَــنِـى فَـجَــلَـسْتُ لَـكَ فَــلَـمْ تَــأْتِ فَـقَالَ مَــنَــعَــنِـى الْــكَـــلْبُ الَّـذِ ى كَانَ فِى بَـــيْــتِــكَ إِ نَـا لاَ نَــدْ خُـــلُ بَـــيْـــتَـا فِــيْــهِ كَـــلْـبٌ وَ لاَ صُــوْ رَ ةٌ
“Dari A’isyah Ra. katanya : “Jibril berjanji akan datang berkunjung kepada Rasulullah Saw. pada suatu waktu yang ditentukan. Ketika waktu itu telah tiba, ternyata Jibril belum kunjung datang. Di Tangan Beliau ada sebatang Tongkat. Maka diletakkannya Tongkat itu sambil berkata. “Allah dan Rasul-Nya tidak menyalahi janji”. (Pada saat itu) Beliau menoleh. Maka terlihat oleh Beliau seekor anak anjing kecil, di bawah tempat tidur. Tanya Beliau :”Hai A’isyah ! Sejak kapan anak anjing itu masuk kesana ?”. Jawab A’isyah : ”Wallah ! aku tidak tahu !”. Rasulullah menyuruh keluarkan anak anjing itu lalu dikeluarkan. Maka datanglah Jibril. Rasulullah Saw. bertanya :”Anda berjanji akan datang pada waktu yang telah ditentukan. Aku telah menunggu-nunggu. Ternyata Anda tak kunjung tiba”. Jawab Jibril : “Aku terhalang oleh anjing dalam rumah Anda”. Kami (bangsa Malaikat) tidak mau masuk ke dalam rumah yang di situ ada anjing dan gambar-gambar”.
(Shohih Muslim Juz III hal 111 No 1990)
Bagi orang Mukmin. Satu Dalil saja telah cukup memadai. Lain halnya bagi orang yang kurang kokoh Imannya. Walaupun diberikan beratus-ratus Dalil. Insya Allah tidak juga timbul yakinnya, malah Iman nya semakin goyah dan kuffur. Yang demikian cermatilah wahai orang-orang Mukmin.
Kita perhatikan Dalil yang lain :
عَنْ عَـبْـدِالـلّــــهِ بْـنِ عَــبَّاسٍ قَالَ : أَ خْـبَـرَ تَــنِى مَــيْـمُـوْ نَــةُ أَ نَّ رَسُـوْلُ الـلّــــــهِ صَــلَّى الـلّــــــــهُ عَــلَـــيْــهِ وَ سَــلَّـمَ ، أَصْــبَــحَ يـَــوْ مًا وَجِــمًا، فَــقَالَـتْ مَــيْــمُـوْ نَــةُ : " يـآرَسُـوْلُ الـلّــــهِ، لَـــقَـدْ اَسْــتَـــنْـكَــرَتُ هَـــيْــئَـــتَـكَ مُــنْـ ذُ الْــيَــوْ مِ ، قَـالَ رَسُـوْ لُ الـلّـــهِ صَــلَّى الـلّـــهُ عَــلَــيْــهِ وَ سَــلَّـمَ :" إِ نَّ جِـبْـرِ يْــلَ كَانَ وَ عَـدَ نـِى أَنْ يَــلْــقَانِى الـلَّــيْــلَــةَ فَــلَـمْ يَــلْــقَــنِى أ مَ وَ الـلّـــــهِ مَـا أَ خْــلَــفَــنِى قَالَ فَـظَــلَّ رَسُـوْ لُ الـلّــــهِ صَــلَّى الـلّــــهُ عَــلَـــيْــهِ وَ سَــلَّـمَ يـَـوْ مَـهُ ذ لـِكَ عَـلَى ذ لِـكَ ثُــمَّ وَ قَــعَ فِى نَــفْــسِــهِ جِـرْ وُ كَـــلْبٍ تَــحْـتَ فَـــسَــطَـاطَ لَـــنَـا فَــأَ مَـرَ بِــهِ فَــأُخْـرِجَ ثُــمَّ أَخَـذَ بِــيَــدِ هِ مَـاءً فَــنَـضَـحَ مَـكَانَــهُ فَــلَـمْ أَمـْسَى لَــقِــيَــهُ جِـبْـرِ يْـلَ فَــقَالَ لَــهُ قَـدْ كُــنْـتَ وَ عَـدْ تَــنِى أَنْ تَـــلْــقَانِـى الْــبَارِحَـةَ قَالَ أََجَـلُ ، وَ لـكِــنَّا لاَ نَـدْ خُــلُ بَــيْـتًـا فِــيْـهِ كَــلْبٌ وَ لاَصُـوْرَ ةٌ فَــأَصْــبَـحَ رَسُــوْ لُ الـلّـــهِ صَــلَّى الـلّـــهُ عَــلَــيْـهِ وَ سَــلَّـمَ ، يَــوْ مَــئِـذٍ فَـأَ مَرَ بِـقَــتَــلِ الْـكِــلاَ بِ حَـــتَّـى أَ نَّـــهُ يَــأْ مُـرُ بَــقَــتَــلِ كَـــلْـبِ الْحَائِـطِ الصَّــغِــيْــرِوَ يَــتَــرُ كُ كَـــلْـبِ الْحَا ئِـطِ الْــكَــبِــيْــرِ
"Dari ‘Abdullah Ibnu ‘Abbas. Ra. katanya, Maimunah menceritakan kepadanya. Bahwa pada suatu pagi Rasulullah Saw. kelihatan diam, karena susah dan sedih. Kata Maimunah, ”Ya Rasulullah ! saya heran melihat sikap Tuan sehari ini. Apa gerangan yang telah terjadi ?”. jawab Rasulullah Saw. “Jibril berjanji akan datang menemui aku malam tadi. Ternyata ia tidak datang. Ketahuilah. Ia pasti tidak menyalahi janjinya kepadaku !”. Rasulullah Saw. senantiasa kelihatan susah dan sedih sehari itu. Kemudian Beliau melihat seekor anak anjing di bawah tempat tidur kami, lalu beliau menyuruh agar mengeluarkan anak anjing tersebut. Kemudian di ambilnya air, lalu dipercikkannya pada bekas-bekas tempat anak anjing tadi. Dan Ketika hari sudah petang, Jibril datang menemui Rasulullah Saw. kemudian Beliau berkata kepada (Jibril) : “Anda telah berjanji akan datang pagi-pagi”, jawab Jibril : “Benar ! Tetapi kami tidak dapat masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar”. Besok pagi Rasulullah Saw. memerintahkan agar membasuh semua anjing, sampai-sampai anjing penjaga kebun kecil. Tetapi membiarkan anjing penjaga Kebun yang luas”.
(Kitab Shohih Muslim Juz III halaman 112 nomor Hadits 1991)
Demikianlah secercah pengetahuan yang harus kita perhatikan ketika mau mendirikan Sholat. Sebab pada zaman sekarang, sudah banyak manusia tidak lagi mau memperdulikan, bagaimana seharusnya ia ber-Adab kepada Allah SWT ketika menyembah-Nya ! Padahal.. Adab kepada Allah ini sangat penting bagi seorang hamba yang benar-benar ingin mengabdi kepada-Nya. Oleh karena itu perhatikanlah diri Anda !
24 April 2008
28. Tata Tertib Mendirikan Sholat
Orang yang mau mendirikan Sholat. Hendaknya jangan mengenakan busana yang ketat, sehingga menggambarkan bentuk tubuh.
Sudah dimaklumi bahwa sunat ber-Thoharoh (bersuci) dan berpakaian bersih. Rapi serta indah yang layak dengan keadaan seseorang yang mau berdiri tegak di hadapan Allah SWT. Tetapi bukan pakaian yang menyerupai busana orang-orang munafiq dan kaum kuffar yang sangat-sangat membenci Islam.
Sebenarnya proses imitasi (peniruan) oleh individu umat Islam terhadap kebudayaan kaum yang kontra terhadap Islam. Baik dari segi busana, maupun lainnya adalah merupakan pertanda kedisiplinan yang lemah dan prinsip yang rapuh. Mereka hampir bisa dikatakan telah terserang semacam penyakit kejiwaan yang labil serta mudah terombang ambing. Pendirian mereka benar-benar tidak kuat, seperti lilin yang mudah meleleh kapan saja dan dimana saja.
Orang yang menempuh jalan semacam ini, pada Hakiqatnya tidak bisa dikatakan sebagai warga asli dari kaumnya. Karena mereka kebanyakan ragu-ragu dalam memandang arah ke dalam dirinya. Mereka mudah terkesima oleh indahnya Lahiriah Duniawi. Padahal dunia itu sudah pasti akan sirna dan punah.
مُـذَ بْــذَ بِـــيْــنَ ذ لـِكَ، لاَ اِلـى هــؤُ لاَءِ وَ لاَ اِلـى هــؤُ لآ ءِط وَ مَنْ يُّـضْــلِــلِ الـلّــــهِ فَـــلَـنْ تَــجِـدَ لَــه سَــــبِــيْـــلاً
"Mereka dalam keadaan bimbang antara (Iman dan kekafiran) Tidak condong ke arah (Orang Mukmin) dan tidak pula condong ke arah (Orang kafir) itu. Siapa yang disesatkan Allah. Niscaya engkau (Ya Muhammad) tidak mendapat jalan untuk menunjuki mereka". (Q.S. An-Nisaa’ : 143)
Diriwayatkan oleh Waki’ dan Hunnadi di dalam Kitab Al-Zuhd dari Ibnu Mas’ud, ia berkata :
"Busana sebuah kaum tidak akan menyamai busana kaum yang lain. Sehingga Hati kaum itu menyamai Hati kaum yang ditirunya.
Diriwayatkan oleh Al-Waki’ didalam Kitab Zuhd. nomor : 324.
Dan Hannad di dalam Kitab Az-Zuhd. nomor 796 di dalam sanadnya. Memakai busana yang ketat dan sesak tidak dianjurkan. Termasuk makruh. Baik dilihat dari sudut pandang Syari’ah maupun dari sudut pandang kesehatan. Memakai pakaian ketat dapat memberikan efek kurang baik terhadap tubuh. Ada sebagian jenis baju yang ketat sehingga membuat orangnya sulit untuk melakukan Sujud. Jika pemakaian busana yang ketat tersebut sampai-sampai menyebabkan orangnya sukar melaksanakan gerakan perpindahan dari Rukun ke Rukun pada Takbir Intiqol. Bahkan menyebabkan terganggunya kekhusu’an dalam Sholat atau bisa menyebabkan ia meninggalkan Sholat. Maka jelas hukum memakai janis busana seperti itu adalah Haram. Sekalipun busana itu hanya sulit untuk melaksanakan Sholat tertentu.
Disuatu masa mungkin pernah dibuktikan dalam experimen, bahwa mayoritas orang yang memakai busana ketat lebih banyak yang meninggalkan Sholat, dengan alasan bahwa mereka sangat susah untuk melakukan Rukuk dan Sujud. Tetapi pada zaman sekarang jika diperhatikan, cukup banyak manusia memakai busana yang ketat, sehingga menampakkan lekuk dan liuk tubuhnya.
Al-Hafiz Ibn Hajar meriwayatkan. Mengenai orang yang menggunakan celana. Ia akan mengulangi Sholatnya. Sebab menurut Ulama Hanafiyah menganggap Sholat mengenakan celana hukumnya Makruh. (Fath Al-Baari jilid I halaman : 476).
Ini masih model celana lebar. Telah demikian ketat hukumnya. Bagaimana pula pada zaman sekarang ? Dengan model celana sempit "Press body" ?
Al-‘Alamah Al-Bananiy berkata : "Celana ketat itu mendatangkan dua macam musibah."
Musibah pertama : Bahwa orang yang memakainya menyerupai orang-orang kafir. Sementara kaum Muslimin juga memakai celana. Tetapi celana model lebar dan longgar dan tidak menghalangi gerakan. Model semacam ini masih banyak dipakai di Suriah dan Libanon.
Musibah pertama : Bahwa orang yang memakainya menyerupai orang-orang kafir. Sementara kaum Muslimin juga memakai celana. Tetapi celana model lebar dan longgar dan tidak menghalangi gerakan. Model semacam ini masih banyak dipakai di Suriah dan Libanon.
Umat Islam mengenal celana ketat, setelah mereka dijajah oleh bangsa Eropa. Pengaruh buruk itulah yang diwariskan oleh kaum kolonial kepada umat Islam. Akan tetapi karena kedunguannya sendiri, mereka-mereka mau mengadobsi tradisi buruk orang-orang Eropa tersebut.
Musibah kedua : Celana ketat menyebabkan bentuk aurat terlihat dengan jelas. Kita tahu bahwa aurat Pria adalah anggota tubuh antara pusat dan lutut. Namun seorang hamba yang mau menghadap Al-Kholiq, dituntut untuk berbuat lebih dari ketentuan yang ditetapkan oleh Syari’at. Adakah pantas seorang hamba melakukan ma’siat kepada Allah, ketika ia duduk bersimpuh di hadapan Allah Jalla-Jallaluh ? Sebab ketika ia mengenakan celana ketat, maka kedua pinggulnya akan berbentuk dengan jelas, ini menunjukkan tidak ada kesopanan si pemakai kepada Yang Maha Menciptakan segala aurat tubuhnya. Bagaimanakah akal seseorang hamba melaksanakan Sholat untuk menghadap Tuhan Pencipta Semesta Alam dalam keadaan seperti itu ? Yang anehnya lagi, adalah mayoritas pemuda-pemudi Muslim, biasanya menentang dengan keras, apabila kaum Wanita Muslim diperintah untuk memakai busana yang longgar. Dan jangan membiasakan diri dengan memakai busana yang ketat. Dan wajib memakai Jilbab. Maka bagi kaum wanita akan merasa risih dan malu. Demikian pula dengan pihak pria, mereka akan mengejek kaum wanita yang memakai Jilbab dengan menyebutnya sebagai Ninja dari Jepang. Dan mereka berkata : “Itu busana sudah kolot-kuno, tidak modern dan tidak demokrasi”. Dan tantangan tersebut akan lebih bertambah marak. Ketika mereka berkata : “Bahwa hukum Islam tidak memperdulikan Emansipasi Kaum Perempuan”. Bahkan mereka menganggap itu sudah melanggar Hak Azasi Manusia. Menurut peraturan orang-orang Barat.
Musibah kedua : Celana ketat menyebabkan bentuk aurat terlihat dengan jelas. Kita tahu bahwa aurat Pria adalah anggota tubuh antara pusat dan lutut. Namun seorang hamba yang mau menghadap Al-Kholiq, dituntut untuk berbuat lebih dari ketentuan yang ditetapkan oleh Syari’at. Adakah pantas seorang hamba melakukan ma’siat kepada Allah, ketika ia duduk bersimpuh di hadapan Allah Jalla-Jallaluh ? Sebab ketika ia mengenakan celana ketat, maka kedua pinggulnya akan berbentuk dengan jelas, ini menunjukkan tidak ada kesopanan si pemakai kepada Yang Maha Menciptakan segala aurat tubuhnya. Bagaimanakah akal seseorang hamba melaksanakan Sholat untuk menghadap Tuhan Pencipta Semesta Alam dalam keadaan seperti itu ? Yang anehnya lagi, adalah mayoritas pemuda-pemudi Muslim, biasanya menentang dengan keras, apabila kaum Wanita Muslim diperintah untuk memakai busana yang longgar. Dan jangan membiasakan diri dengan memakai busana yang ketat. Dan wajib memakai Jilbab. Maka bagi kaum wanita akan merasa risih dan malu. Demikian pula dengan pihak pria, mereka akan mengejek kaum wanita yang memakai Jilbab dengan menyebutnya sebagai Ninja dari Jepang. Dan mereka berkata : “Itu busana sudah kolot-kuno, tidak modern dan tidak demokrasi”. Dan tantangan tersebut akan lebih bertambah marak. Ketika mereka berkata : “Bahwa hukum Islam tidak memperdulikan Emansipasi Kaum Perempuan”. Bahkan mereka menganggap itu sudah melanggar Hak Azasi Manusia. Menurut peraturan orang-orang Barat.
Coba renungkan ! Pandangan Orang Baratkah yang kita pakai, atau merujuk kepada Hukum Allah dan Rasul-Nya. Tidakkah kita ingat ? Apabila seorang Muslim berani meninggalkan Al-Qur-aan dan Sunnah Rasul, berarti kehancuran sudah diambang pintu. Karena Hukum Islam telah ditolak dengan pelan. Penganut Islam telah erosi. Mereka sudah lebih condong kepada kebudayaan yang bukan Islami. Keadaan lingkungan dan zaman melarutkan mereka mengarah ke jurang Neraka Jahannam. Hanyut mengikuti buah fikiran orang barat. Tidak terasa, kiranya kita diantarkan ke bawah naungan La’nat Allah.
وَ قُـلْ لـِلْــمُؤْ مِـنتِ يَـخَـضُضْ مِنْ اَ بـْصَـارِ هِنَّ وَ يـَحْــفَــظْـنَ فُــرُوْ جَــهُـنَّ وَ لاَ يــُــبْـدِ يْـنَ زِ يـْــنَــتَـــهُــنَّ اِلاَّ مَـاظَــهَـرَ مِـنْــهَاوَ لْــيَـضْرِ بْـنَ بِـخُـمِـرُ هِـنَّ عَـلى جُـــيُـوْ بِـــهِـنَّ وَ لاَ يـُـبْـدِ يْـنَ زِ يْــنَــتَ هُـنَّ اِلاَّ لِــبُــعُـوْ لَــتِــهِــنَّ
"Dan katakan kepada Wanita-wanita yang beriman. Hendaklah mereka membatasi pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan janganlah mereka memperagakan Perhiasannya. Kecuali perhiasan luar yang sudah biasa terlihat. Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung kepala sampai ke dadanya. Dan janganlah mereka menampakkan Perhiasannya. Kecuali kepada Suaminya." (Q.S. An-Nuur: 31)
Ayat di atas memerintahkan : “Dan janganlah mereka menampakkan Perhiasannya”. Perhiasan di sini dalam arti kiasan adalah aurat Wanita.
يـآ اَ يُّــهَا الـنَّــبِــيُّ، قُـلْ ِّلاَزْوَ اجِـكَ وَ بـَــنــتِــكَ وَ نـِـسَآءِ الْــمُـــؤْ مِـنِــيْـنَ يُـدْ نـِـيْـنَ عَــلَــيْــهِـنَّ مِنْ جَـلاَ بِــيْــبِــهِــنَّ ذ لـِكَ اَدْ نـى اِنْ يُّــعْــرَ فْـنَ فَــلاَ يـُـؤْ ذَ يْــنَ وَ كَانَ الـلّــــــــــهَ غَــفُـوْ رًا رَّحِــيْــمًا
"Hai Nabi ! Katakan kepada istri-istrimu. Anak-anak wanitamu. Dan istri-istri orang beriman. “Hendaklah mereka menutup baju kurungnya ke tubuh mereka” (waktu keluar rumah). Yang demikian itu lebih mudah untuk mengenal mereka dan tidak akan diganggu. Dan Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al-Ahzaab : 59)
Di dalam satu Hadits Nabi Muhammad Saw. Bersabda :
“Wahai Asma’. Sesungguhnya seorang Wanita. Apabila telah datang waktu Haidh (yakni telah Baligh). Tidak boleh memperlihatkan tubuhnya, melainkan ini dan itu, sambil Beliau menunjukkan Muka dan Telapak Tangan”.
Bagi wanita Islam yang berbusana rok pendek dan rambut yang terurai terbuka, adalah tidak menunjukkan ciri-ciri orang beriman kepada Allah. Walaupun mereka giat melaksanakan Sholat, Puasa, Sedekah dan lain-lain. Malah dikategorikan orang munkar.
Sebagaimana kalimat Hadits :
“Barang siapa yang meniru perbuatan orang kafir. Maka ia termasuk salah seorang dari mereka”.
Wanita Muslimah yang keluar rumah dengan rambut terbuka serta memakai busana pendek, ia telah durhaka kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Karena ia telah berani melawan atau meninggalkan yang sudah diputuskan Allah melalui Al-Qur-aan dan Sunnah-sunnah Rasul-Nya.
Wahai kaum Hawa ! Jagalah dirimu dari api Neraka Jahannam. Yang panasnya 70 kali lipat dari panasnya api di dunia ini.
Mengenai masalah memakai celana ketika melaksanakan Sholat, Komite Tetap Pembahasan Masalah Ilmiyah dan Fatwa menjawab pertanyaan tentang orang yang Sholat memakai celana. Maka jawabnya :
“Jika pakaian tersebut tidak menyebabkan aurat berbentuk dengan jelas, karena modelnya longgar. Dan tidak bersifat transparan, sehingga anggota aurat tidak terlihat dari arah belakang, maka boleh dipakai untuk Sholat. Namun yang sebaiknya di tambah dengan baju Gamis agar double dan aman dari pandangan yang menggairahkan. Tetapi apabila busana itu terbuat dari bahan yang sangat tipis, sehingga memungkinkan aurat si pemakai terlihat dari belakang, maka Sholatnya batal hukumnya. Jika sifat busana yang yang dipakai hanya mempertajam atau memperjelas bentuk auratnya saja. Maka hukumnya makruh dipakai untuk Sholat. Terkecuali jika tidak ada busana yang lain lagi”.
Sholat dengan Busana yang Transparan.
Sebagaimana telah kita bahas. Bahwa makruh Hukumnya Sholat dengan busana ketat yang bisa menunjukkan lekuk dan bentuk aurat secara jelas. Maka sama halnya dengan busana tipis yang bersifat transparan. Makruh jika dipakai untuk malaksanakan Sholat.
Busana transparan akan memungkinkan orang lain bisa melihat secara jelas bagian-bagian tubuh yang termasuk menjadi aurat kita dari arah manapun. Jika pakaian ketat hanya akan memperlihatkan bentuk lekuk tubuh, maka busana seperti mode terkini yang dikenakan oleh para artis yang ingin mencapai popularitas lewat film buka-bukaan, tanpa sadar mereka telah disitir oleh sutradara untuk mengeruk keuntungan dunia sebanyak-banyaknya. Bahkan mereka termasuk dalam kategori pembuat fitnah bagi Islam. Sehingga Islam terpuruk dan menjadi rendah dalam pandangan orang-orang non Islam. Sebab yang porno-porno itu, jika ditanya apa Agamanya ? Agama Saya Islam Ooo…m. Busana yang dipakai sebagai rangkapan tapi berbahan tipis, sehingga dapat menimbulkan kesan terawang dan memungkinkan orang untuk melihat celana pendek yang dipakai. Ucapan ‘Umar Ra. yang menganjurkan untuk memakai busana lebih dari satu potong, tujuannya agar auratnya tertutup, atau supaya memakai pakaian rangkap yang serasi bagi Agama. Perkataan ‘Umar bisa dijadikan Dalil bahwa mengenakan busana yang menutup aurat adalah sesuatu yang wajib di dalam Sholat.
Busana transparan akan memungkinkan orang lain bisa melihat secara jelas bagian-bagian tubuh yang termasuk menjadi aurat kita dari arah manapun. Jika pakaian ketat hanya akan memperlihatkan bentuk lekuk tubuh, maka busana seperti mode terkini yang dikenakan oleh para artis yang ingin mencapai popularitas lewat film buka-bukaan, tanpa sadar mereka telah disitir oleh sutradara untuk mengeruk keuntungan dunia sebanyak-banyaknya. Bahkan mereka termasuk dalam kategori pembuat fitnah bagi Islam. Sehingga Islam terpuruk dan menjadi rendah dalam pandangan orang-orang non Islam. Sebab yang porno-porno itu, jika ditanya apa Agamanya ? Agama Saya Islam Ooo…m. Busana yang dipakai sebagai rangkapan tapi berbahan tipis, sehingga dapat menimbulkan kesan terawang dan memungkinkan orang untuk melihat celana pendek yang dipakai. Ucapan ‘Umar Ra. yang menganjurkan untuk memakai busana lebih dari satu potong, tujuannya agar auratnya tertutup, atau supaya memakai pakaian rangkap yang serasi bagi Agama. Perkataan ‘Umar bisa dijadikan Dalil bahwa mengenakan busana yang menutup aurat adalah sesuatu yang wajib di dalam Sholat.
Imam As-Syafi’iy berkata dalam Kitabnya “Al-Fath-al-Robbaniy Juz XVII halaman 236. Sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan Gamis adalah busana yang memiliki dua lengan baju dan saku. Dewasa ini model baju seperti itu sering kita sebut sebagai Jubah. Model baju ini longgar dan membungkus seluruh tubuh, dari leher hingga kedua mata kaki, atau sampai setengah betis. Zaman dahulu Gamis dipakai langsung menempel dengan kulit tubuh, baru kemudian diberi rangkapan kemeja yang terbuat dari bahan tipis (transparan). Maka Sholat yang dilakukan tidak dianggap mencukupi”.
Hendaknya kaum wanita tidak Sholat dengan memakai busana yang tipis dan transparan, karena dengan itu tidak membuat aurat mereka tertutup dengan sempurna. Walaupun menyelimuti sekujur tubuhnya dan dibuat model longgar.
Rasulullah Saw. pernah bersabda :
“Akan datang pada generasi akhir zaman. Ummatku wanita-wanita yang mengenakan pakaian sekujur tubuhnya. Akan tetapi sama saja halnya dengan telanjang”.
(H.R. Malik dalam Kitabnya “Al-Muwa tha’ Juz II halaman 913) dan (Shohih Muslim Nomor 2128)
Ibnu ’Abdil-Baar berkata : “Yang dimaksud Rasulullah Saw. dalam Hadits di atas, adalah para wanita yang memakai busana dari bahan tipis yang menerawang dan sama sekali tidak berfungsi untuk menutup aurat”. Pada lahirnya mereka memang memakai pakaian. Akan tetapi pada Hakiqatnya Telanjang”.
Hendaknya kaum wanita tidak Sholat dengan memakai busana yang tipis dan transparan, karena dengan itu tidak membuat aurat mereka tertutup dengan sempurna. Walaupun menyelimuti sekujur tubuhnya dan dibuat model longgar.
Rasulullah Saw. pernah bersabda :
“Akan datang pada generasi akhir zaman. Ummatku wanita-wanita yang mengenakan pakaian sekujur tubuhnya. Akan tetapi sama saja halnya dengan telanjang”.
(H.R. Malik dalam Kitabnya “Al-Muwa tha’ Juz II halaman 913) dan (Shohih Muslim Nomor 2128)
Ibnu ’Abdil-Baar berkata : “Yang dimaksud Rasulullah Saw. dalam Hadits di atas, adalah para wanita yang memakai busana dari bahan tipis yang menerawang dan sama sekali tidak berfungsi untuk menutup aurat”. Pada lahirnya mereka memang memakai pakaian. Akan tetapi pada Hakiqatnya Telanjang”.
Dan As-Syaukani berkata di dalam Kitabnya “Nail Al-Authaar Juz II halaman 115”. Menerangkan bahwa wanita wajib menutup aurat anggota tubuhnya dengan pakaian yang tidak bisa menggambarkan bentuk tubuhnya. Inilah syarat untuk menutup aurat.”
Sebagian ahli Fiqih menyebutkan bahwa busana yang tipis, keberadaannya sama dengan ketiadaannya. Jika demikian, maka Sholat orang yang memakai busana tipis ini jelas tidak Sah.
Sebagian ahli Fiqih menyebutkan bahwa busana yang tipis, keberadaannya sama dengan ketiadaannya. Jika demikian, maka Sholat orang yang memakai busana tipis ini jelas tidak Sah.
Sebagian ‘Ulama Salaf tidak memakai pakaian yang hanya sekedar untuk memenuhi syarat agar bisa menutupi aurat saja. Tetapi yang mereka lakukan lebih dari itu semua. Mereka sangat merasa malu dan takut terhadap pandangan Allah Jalla Wa’azza yang tertuju kepadanya setiap saat dan detik.
Hendaknya pakailah busana yang longgar dan tidak tipis. Menutup aurat itu sesungguhnya benar-benar Perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Bukan hanya melihat mode pada zaman kita hidup saja. Kemudian tradisi tersebut diterima begitu saja. Sehingga kita akan menjadi orang yang tidak mempunyai Etika Islami yang dianjurkan untuk mengorbitkannya dalam kehidupan sehari-hari. Faham orang Barat adalah kepingin bebas. Sebebas-bebasnya dari kungkungan Agama. Apa model begitu yang mau kita ikut ???Yang jelas, maksud mereka dengan ini semua adalah untuk menciptakan aib dalam tatanan Syari’at Islam. Mereka sebenarnya adalah orang-orang yang lebih mementingkan hasrat hawa nafsu. Budak Tradisi dan penganut “Faham serba boleh”. Dengan dalih kebebasan individu dan Hak Azasi Manusia.
Hendaknya pakailah busana yang longgar dan tidak tipis. Menutup aurat itu sesungguhnya benar-benar Perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Bukan hanya melihat mode pada zaman kita hidup saja. Kemudian tradisi tersebut diterima begitu saja. Sehingga kita akan menjadi orang yang tidak mempunyai Etika Islami yang dianjurkan untuk mengorbitkannya dalam kehidupan sehari-hari. Faham orang Barat adalah kepingin bebas. Sebebas-bebasnya dari kungkungan Agama. Apa model begitu yang mau kita ikut ???Yang jelas, maksud mereka dengan ini semua adalah untuk menciptakan aib dalam tatanan Syari’at Islam. Mereka sebenarnya adalah orang-orang yang lebih mementingkan hasrat hawa nafsu. Budak Tradisi dan penganut “Faham serba boleh”. Dengan dalih kebebasan individu dan Hak Azasi Manusia.
Mereka menganggap tradisi yang baru itu harus di laksanakan.
Kasus-kasus yang termasuk dalam bahasan ini adalah sebagai berikut :
Sholat dengan memakai busana tidur (piyama).
Al-Bukhari telah meriwayatkan di dalam Shohihnya. Dengan sanad yang berasal dari Abu Hurairah Ra. ia berkata : ”Seorang laki-laki berdiri menghadap Rasulullah Saw. Lantas ia bertanya kepada Nabi mengenai Sholat dengan hanya mengenakan sepotong baju. Rasulullah Saw. bersabda : “Apakah berat untuk masing-masing kamu mencari dua potong busana ?”.
Kemudian pria ini bertanya kepada ‘Umar bin Khattab Ra. Dan ‘Umar Ra. menjawab :
“Jika Allah menciptakan kelapangan buat kamu dan keluargamu. Maka ciptakanlah kelapangan ketika melaksanakan Sholat demi menghadap-Nya. Dan hendaklah seseorang Sholat dengan mengenakan Sarung dan Pakaian. Dengan Sarung dan Gamis, dengan Sarung dan Qaba’ (sejenis pakaian luar). Dengan Celana dan Pakaian, dengan Celana dan Qaba".Diriwayatkan Al-Bukhari. Dalam Kitabnya “As-Sholaah” juz I Halaman Nomor : 475.
Oleh Muslim dalam Kitabnya “As-Shohih” Juz II Halaman Nomor : 515
Oleh Abu Daud dalam Kitabnya “As-Sunan” Halaman Nomor : 625 dan masih banyak lagi Kitab-kitab yang lain.
‘Abdullah bin ‘Umar Ra pernah melihat Nafi’ sedang melaksanakan Sholat di sebuah tempat seorang diri dengan hanya mengenakan satu potong busana. Lalu Ibnu ‘Umar berkata kepadanya. “Bukankah aku memberimu dua potong busana ?", Nafi’ menjawab “Benar”, Ibnu ‘Umar kembali berkata “Apakah kamu hanya akan memakai satu potong busana ketika keluar ke pasar ?”. Nafi’ menjawab “Tidak”. Lantas Ibnu ‘Umar berkata “Allah lebih berhak melihat kita berpakaian”. (Dalam Kitab Syarh Ma’ani Al-Aatsaar juz I hal 377)
Begitu juga dengan orang yang melakukan Sholat dengan mengenakan baju tidur. Hampir bisa dipastikan bahwa ia akan merasa malu mengenakannya, ketika ia pergi ke pasar. Karena bahannya yang begitu tipis dan transparan.
Ibn ‘Abdul Al-Bar berkata di dalam Kitabnya “Al-Tam hiid Juz VI : 369 :
“Sesungguhnya para ‘Ulama ahli ‘ilmu merasa malu untuk memakai sepotong busana saja ketika melakukan Sholat. Mereka selalu merias diri dengan memakai busana terbaik yang mereka miliki, dan memoleskan wangi-wangian”.
Para ahli hukum Islam (Fiqih) membahas masalah penutupan aurat secara panjang lebar dalam Bab Syarat Sah Sholat. Mereka berkata sebagai berikut, “Orang yang menutup auratnya di-isyaratkan untuk memilih bahan yang tebal. Tidak cukup apabila hanya memakai bahan tipis yang bisa menunjukkan warna kulit luar (kulit ari)”.
Perhatikan Kitab-kitab lama :
(Kitab Al-Diin Al-Kholiis Juz II halaman 101 Nomor 102)
(Kitab Al-Mughniy Juz I halaman 617)
(Kitab I’aanah Al-Thoolibin Juz I halaman 113)
(Kitab Nihaayah Al-Muhtaaj Juz II halaman 8)
(Haasyiyah Qulyubiyah wa ‘Amiirah Juz I halaman 178)
Al-Libaas wa Al-Ziinah fil al-syarii’ah al-Islamiyah hal 99)
(Kitab Tafsiir Al-Qurthubiy Juz XIV halaman 243-244)
(Kitab Al-Mughniy Juz I halaman 617)
(Kitab I’aanah Al-Thoolibin Juz I halaman 113)
(Kitab Nihaayah Al-Muhtaaj Juz II halaman 8)
(Haasyiyah Qulyubiyah wa ‘Amiirah Juz I halaman 178)
Al-Libaas wa Al-Ziinah fil al-syarii’ah al-Islamiyah hal 99)
(Kitab Tafsiir Al-Qurthubiy Juz XIV halaman 243-244)
Peraturan ini berlaku bagi kaum Pria maupun Wanita. Apakah ketika ia melakukan Sholat sendiri mau pun berjama’ah. Setiap orang yang tersingkap anggota tubuhnya yang termasuk aurat, sementara ia mampu untuk menutupinya, tetapi tidak ia lakukan, maka Sholatnya dianggap tidak sah.
Hukum ini juga berlaku, sekalipun misalnya seseorang melakukan Sholatnya secara individu dan di sebuah tempat yang gelap sekalipun. Ini sudah merupakan Ijma’ para ‘Ulama. Bahwa penutupan aurat itu sendiri adalah sebuah hal yang yang fardhu di dalam Sholat. Pendapat ini didasarkan kepada Firman Allah :
يـآبــَنِـيْ آدَ مَ خُـذُوْا زِ يْــنَــتَــكُـمْ عِـنْـدَ كُـلِّ مَـسْـجِـدٍ وَ كُــلُـوْ ا وَّ اشْرَ بـُوْا وَ لاَ تُسْـرِفُـوْ ا اِ نَّــه لاَ يــُحِـبُّ الْـمُسْــرِ فِـــيْـنَ
“Hai anak Adam ! Pakailah perhiasanmu (Pakaianmu yang indah) waktu Sholat. (atau Tawaf keliling Ka’bah). Dan makan serta minumlah, dan jangan kamu berlebih-lebihan (royal). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (Q.S. Al-A’raaf : 31)
Dalam ayat ini Allah berfirman, “tidak dibolehkan royal”. Tetapi bukan membatasi pembuatan pakaian, sehingga harus membuat pakaian yang pendek lagi minim dan transparan. Seperti kebanyakan yang kita lihat pada zaman sekarang.
Disamping memakai celana ketat dan transparan. Mereka memakai kemeja pendek. Kemudian ketika Ruku’ atau Sujud, maka kemeja pendek yang semula menutupi celana, terangkat ke atas, karena terlalu pendek. Dan pada waktu itu punggung dan sebagian dari anggota auratnya terbuka. Jika demikian, maka yang semula auratnya tertutup menjadi terbuka, sementara ia Ruku’ dan Sujud di hadapan Allah ‘Azza Wajalla. Apakah pantas yang diperbuatnya ini ? Kita mohon perlindungan dari Allah, semoga kita jangan sampai meniru perbuatan bodoh dari si pelaku kebodohan itu. Karena terbukanya aurat seperti itu bisa mengakibatkan Sholat menjadi batal. Sebab-sebab utamanya adalah celana dan kemeja yang pendek itu berasal dari Negeri kafir. (Dinukil Dari Kitab “Tanbiihaat Haammah ‘alaa Malaa bis al-Muslimin Al-Yawm Hal : 28)
Oleh karena itu ada pengamat dari Timur Tengah yang berbicara, “Orang yang tidak memperhatikan masalah busananya, dan tidak memiliki keinginan kuat untuk menutup aurat seluruh anggota tubuhnya ketika menghadap Allah Jalla Wa’azza, ia bisa dikategorikan sebagai orang yang sangat bodoh atau mungkin malas dan cuek”. (orang-orang ‘Ariif)
وَ لاَ يـَضْرِ بـْنَ بِـاَرْجُـلِــهِـنَّ لـِـيُـعْـلَـمَ مَا يـُخَـفِــيْـنَ مِنْ زِ يْــنَــتِـــهِــنَّ وَ تُــوْ بـُوْآ اِلىَ الـلّــهِ جَمِيْـعًا اَ يـُّـهَ الْـمُـؤْ مِـنُـوْنَ لَــعَـلَّــكُـمْ تـُـفْـلِحُـوْنَ
“Dan janganlah mereka merentakkan kaki mereka, agar diketahui orang perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan Ber-Taubatlah kamu sekalian kepada Allah. Hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung”. (Q.S An-Nuur : 31)
Para ayah dan ibu memakaikan putra dan putrinya yang masih kecil, celana pendek kepada mereka. Kemudian mengajak anak masuk ke Masjid dan membiarkan mereka dalam keadaan seperti itu. Bukankah cara demikian akan membudaya. Tidak perlu diragukan lagi bahwa Perintah Sholat yang dijatuhkan kepada anak-anak tersebut wajib ditekankan agar tetap penuh pehatian terhadap Syarat-syarat dan Rukun-rukunnya. Oleh karena itu, walau pun ia masih anak kecil, biasakanlah memakai busana yang mengandung arti membudayakan rasa malu. Dan perhatikanlah benar-benar hal ini jangan sampai lalai. Sebab jika anak-anak itu sudah biasa memakai pakaian yang demikian. Maka sampai di hari tuanya akan berlanjut memupuk rasa malu kepada sesama manusia. Dan rasa malu kepada para Malaikat-malaikat selanjutnya rasa malu kepada Allah SWT.
Sholat dengan Memakai Musbil/Sarung Melewati Mata Kaki.
Dari Abu Hurairah Ra ia berkata :
”Ketika ada seorang Laki-laki yang Sholat dengan mengenakan Sarung Musbil (secara berlebihan) Rasulullah Saw bersabda kepadanya : ”Pergilah ambil air wudhu’ ! Kemudian ia pergi berwudhu’, setelah itu ia datang kepada Rasulullah Saw. dan Rasulullah bersabda kepadanya : “Pergilah ambil wudhu’ lagi !”. Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau suruh ia mengambil air wudhu’ lagi ?”. Beliau diam untuk beberapa saat. Kemudian bersabda : ”Sesungguhnya tadi ia melakukan Sholat, dengan memakai Sarung dengan Musbil (menurunkan kain sarungnya sampai ke bawah mata kaki)”. Sesungguhnya Allah tidak menerima Sholat seorang Lelaki yang memakai sarung dengan cara demikian”. (H.R. Abu Daud dalam Shohihnya Juz I : 172)
Dari ‘Abdullah bin Amr Ra, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda : ”Allah tidak akan melihat Sholat seseorang yang melepaskan Sarungnya sampai ke bawah mata kakinya”. (Ibn Khuzaimah & Shohihnya Juz I :382)
Ibnu Mas’ud Ra. ia berkata : “Aku telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda ”Barang siapa yang memusbilkan Sarungnya ketika Sholat karena sombong, maka (Allah tidak perduli lagi kepadanya)”. (H.R. Abu Daud)
”Ketika ada seorang Laki-laki yang Sholat dengan mengenakan Sarung Musbil (secara berlebihan) Rasulullah Saw bersabda kepadanya : ”Pergilah ambil air wudhu’ ! Kemudian ia pergi berwudhu’, setelah itu ia datang kepada Rasulullah Saw. dan Rasulullah bersabda kepadanya : “Pergilah ambil wudhu’ lagi !”. Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau suruh ia mengambil air wudhu’ lagi ?”. Beliau diam untuk beberapa saat. Kemudian bersabda : ”Sesungguhnya tadi ia melakukan Sholat, dengan memakai Sarung dengan Musbil (menurunkan kain sarungnya sampai ke bawah mata kaki)”. Sesungguhnya Allah tidak menerima Sholat seorang Lelaki yang memakai sarung dengan cara demikian”. (H.R. Abu Daud dalam Shohihnya Juz I : 172)
Dari ‘Abdullah bin Amr Ra, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda : ”Allah tidak akan melihat Sholat seseorang yang melepaskan Sarungnya sampai ke bawah mata kakinya”. (Ibn Khuzaimah & Shohihnya Juz I :382)
Ibnu Mas’ud Ra. ia berkata : “Aku telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda ”Barang siapa yang memusbilkan Sarungnya ketika Sholat karena sombong, maka (Allah tidak perduli lagi kepadanya)”. (H.R. Abu Daud)
Artinya bahwa orang itu tidak lagi bermanfa’at segala pekerjaannya. Apakah ia melakukan perbuatan Halal mau pun Haram. Ia benar-benar tidak lagi diperhatikan Allah.
Ada yang mengatakan bahwa Lafaz Hadits itu ialah : “Ia tidak sedikitpun termasuk di dalam Agama Allah". Artinya bahwa ia telah terlepas dari tanggungan Allah Ta’ala dan telah meningggalkan Agama-Nya (Lihat Kitab : Badzl al-Majhuud fil Hill Abu Daud Juz I halaman 297)
Yang jelas, Hadits di atas menunjukkan bahwa melepaskan sarung sampai ke bawah mata kaki ketika Sholat adalah Haram Hukumnya, jika dilakukannya denga niat sombong. Pendapat ini juga yang dipilih oleh ‘Ulama Syafi’i dan Al-Hanabillah. Tetapi jika memakai sarung Isbaal tanpa ada niat sombong, maka hukumnya makruh. Tetapi banyak pendapat bahwa yang demikian itu baik berniat sombong atau tidak, hukumnya adalah Haram. Karena perbuatan itu bisa mengantarkan kepada perasaan buruk terhadap si pemakai.
Ibnul Qoyyim menanggapi Hadits yang menunjukkan sarung Isbaal tersebut :
“Bahwa memakai sarung dengan Isbaal adalah maksiat. Dan setiap orang yang terjerumus dalam perbuatan maksiat, maka ia akan diperintahkan untuk mengambil air wudhu’ dan kembali Sholat. Karena sesungguhnya berwudhu’ itu dapat memadamkan nyala api maksiat”.
(Al-Tahzziib ‘alaa Sunan Abu Daud Juz IV hal : 150)
Yang jelas, Hadits di atas menunjukkan bahwa melepaskan sarung sampai ke bawah mata kaki ketika Sholat adalah Haram Hukumnya, jika dilakukannya denga niat sombong. Pendapat ini juga yang dipilih oleh ‘Ulama Syafi’i dan Al-Hanabillah. Tetapi jika memakai sarung Isbaal tanpa ada niat sombong, maka hukumnya makruh. Tetapi banyak pendapat bahwa yang demikian itu baik berniat sombong atau tidak, hukumnya adalah Haram. Karena perbuatan itu bisa mengantarkan kepada perasaan buruk terhadap si pemakai.
Ibnul Qoyyim menanggapi Hadits yang menunjukkan sarung Isbaal tersebut :
“Bahwa memakai sarung dengan Isbaal adalah maksiat. Dan setiap orang yang terjerumus dalam perbuatan maksiat, maka ia akan diperintahkan untuk mengambil air wudhu’ dan kembali Sholat. Karena sesungguhnya berwudhu’ itu dapat memadamkan nyala api maksiat”.
(Al-Tahzziib ‘alaa Sunan Abu Daud Juz IV hal : 150)
Boleh jadi rahasia perintah Rasulullah Saw. kepada orang itu untuk berwudhu’ dan Sholat kembali adalah karena ia tidak sempurna Hadatsnya, maka ia akan berfikir sebab dari diperintahkannya ia berwudhu’ kembali. Dengan demikian ia bisa menghentikan perbuatan yang bertentangan dengan Syari’at Rasulullah.
Sesungguhnya berkat perintah Rasulullah Saw. kepada orang tersebut agar ia mensucikan kembali anggota tubuhnya dengan berwudhu’. Maka Allah Ta’ala akan mensucikan Batinnya dari dosa yang besar. Karena kesucian Lahir bisa berpengaruh terhadap kesucian Batin.
Maka orang yang Sholat, hendaknya memperhatikan benar pakaian yang sedang dipakainya. Jika pakaian tersebut terurai sampai ke bawah (isbaal) maka hendaklah segera diangkat. Sebab orang yang segera menarik pakaiannya ke atas tidak diklasifikasikan sebagai orang yang sombong, sebab tidak sengaja memusbilkan kain sarungnya. Jelasnya bahwa kejadian seperti itu dimaklumi.
Adapun orang yang menguraikan bagian bawah bajunya. Baik yang dipakai itu sarung atau celana mau pun gamis, maka ia termasuk dalam ancaman Nabi Saw. Oleh karena itu bagi setiap individu Muslim hendaklah menghindari Isbaal dan perbuatan tersebut harus didasari Rasa Taqwa kepada Allah Jalla Wa’azza.
Ingatlah ! orang yang melebihkan kain atau gamis atau jubahnya ke bawah mata kaki, termasuk dalam kategori orang yang sombong. Dan orang yang sombong akan dimurkai Allah SWT :
Maka orang yang Sholat, hendaknya memperhatikan benar pakaian yang sedang dipakainya. Jika pakaian tersebut terurai sampai ke bawah (isbaal) maka hendaklah segera diangkat. Sebab orang yang segera menarik pakaiannya ke atas tidak diklasifikasikan sebagai orang yang sombong, sebab tidak sengaja memusbilkan kain sarungnya. Jelasnya bahwa kejadian seperti itu dimaklumi.
Adapun orang yang menguraikan bagian bawah bajunya. Baik yang dipakai itu sarung atau celana mau pun gamis, maka ia termasuk dalam ancaman Nabi Saw. Oleh karena itu bagi setiap individu Muslim hendaklah menghindari Isbaal dan perbuatan tersebut harus didasari Rasa Taqwa kepada Allah Jalla Wa’azza.
Ingatlah ! orang yang melebihkan kain atau gamis atau jubahnya ke bawah mata kaki, termasuk dalam kategori orang yang sombong. Dan orang yang sombong akan dimurkai Allah SWT :
مَنْ جَـزَ ثُـــوْ بَــهُ خُــيَــلاَ ءَ لَـمْ يَــنْــظُـرِالـلّــــهُ إِ لَــيْــهِ يَـــوْ مَ الْـقِـــيَا مَــةِ
"Barangsiapa yang memanjangkan pakaiannya (sehingga menyeret ke Tanah) karena kesombongannya. Maka Allah tidak akan memandangnya nanti pada Hari Qiyamat". (H.R. Bukhari dan Muslim)
مَنْ تَــعَـاظَـمَ فِى نَــفْـسِـهِ وَاخْـتَـالَ فِى مِـثْــيَــتِــهِ لَـقِـيَ الـلّـــهَ وَ هُوَ عَـلَــيْـهِ عَـضْـبَـانُ
"Barangsiapa membanggakan dirinya sendiri. Dan berjalan dengan angkuh. Maka ia akan menghadap Allah dalam keadaan Allah murka kepadanya". (HR. Ahmad)
قَالَ الـلّــــــــــهُ عَــزَّ وَجَـــلَّ فِى الْحَــدِ يْــثِ الْــقُــــدْسِـيّ : أَ لْــعِـزُّ اِزَرِيْ وَ الْــكِــبْـرِ يَـاءِ رِ دَ ا ئِـيْ ، فَـمَـنْ يـُــنَازِ عُـنِـى عَــذَّ بــْـتُـــهُ
"Ke-Agungan adalah Kain-KU. Dan Kesombongan adalah Pakaian-KU. Barangsiapa yang merebutnya (dari AKU) Maka Aku akan menyiksanya".
Makruh Sholat dengan menggantungkan Baju atau Jubah ke bahu atau Tidak memasukkan Tangannya ke Baju atau Jubahnya.
Kesalahan sadar atau tanpa sadar, yang sering diperbuat oleh manusia Hamba Allah yang mau menegakkan Sholat. Hal ini diperkuat oleh perkataan "Abu ‘Ubaidah", "Shodh” adalah melepaskan baju tanpa mengumpulkan kedua tangannya menjadi satu".
(Lihat Kitab Fat Al-Baari Juz x halaman : 362)
Menyingsingkan Lengan Baju ketika hendak melakukan Sholat.
Riwayat dari Ibnu ‘Abbas Ra. Ia berkata : "Rasulullah Saw. bersabda : "Aku disuruh untuk Sujud di atas tujuh anggota badan. Dan dilarang menjadikan satu baju (menyingsingkan) dan menjalin rambut". (H.R. Muslim)
(Lihat Kitab Fat Al-Baari Juz x halaman : 362)
Menyingsingkan Lengan Baju ketika hendak melakukan Sholat.
Riwayat dari Ibnu ‘Abbas Ra. Ia berkata : "Rasulullah Saw. bersabda : "Aku disuruh untuk Sujud di atas tujuh anggota badan. Dan dilarang menjadikan satu baju (menyingsingkan) dan menjalin rambut". (H.R. Muslim)
An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala ia berkata :
"Para ‘Ulama telah sepakat tentang Larangan Sholat dengan menyingsingkan Baju, Lengan Baju atau yang lainnya". (Shohih Muslim Juz IV hal : 209)
An-Nawawi berkata setelah perkataannya yang diatas : "Larangan untuk menyingsingkan Lengan Baju, adalah makruh tanzih. Jika ada seseorang yang Sholat dalam keadaan seperti itu, maka Sholatnya tetap Sah. Hanya saja ia telah melakukan perbuatan yang tidak terpuji".
Pendapat ini yang dibuat Argumentasi oleh Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir Al-Thobariy. Beserta ijma’ para ‘Ulama. Ibn Al-Mundzir bercerita tentang pengulangan pendapat tersebut dari Al-Hasan Al-Bishri.
Imama Ahmad berkata : "Redaksi larangan itu adalah bersifat mutlaq. Apakah menyingsingkan Baju ketika Sholat atau sebelumnya, dan setelah itu baru melakukan Sholat. Yang penting orang itu me nyingsingkan Lengan baju atau Bajunya". (Shohih Muslim IV-209)Kemudian Beliau berkata lagi : "Madzhab yang dipegang oleh mayoritas ‘Ulama adalah Larangan tersebut bersifat mutlaq bagi setiap orang yang melaksanakan Sholat dengan menyingsingkan Lengan bajunya. Baik ia sengaja untuk Sholat dalam keadaan seperti itu atau memang sebelumnya ia telah terbiasa melakukan hal tersebut".
"Para ‘Ulama telah sepakat tentang Larangan Sholat dengan menyingsingkan Baju, Lengan Baju atau yang lainnya". (Shohih Muslim Juz IV hal : 209)
An-Nawawi berkata setelah perkataannya yang diatas : "Larangan untuk menyingsingkan Lengan Baju, adalah makruh tanzih. Jika ada seseorang yang Sholat dalam keadaan seperti itu, maka Sholatnya tetap Sah. Hanya saja ia telah melakukan perbuatan yang tidak terpuji".
Pendapat ini yang dibuat Argumentasi oleh Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir Al-Thobariy. Beserta ijma’ para ‘Ulama. Ibn Al-Mundzir bercerita tentang pengulangan pendapat tersebut dari Al-Hasan Al-Bishri.
Imama Ahmad berkata : "Redaksi larangan itu adalah bersifat mutlaq. Apakah menyingsingkan Baju ketika Sholat atau sebelumnya, dan setelah itu baru melakukan Sholat. Yang penting orang itu me nyingsingkan Lengan baju atau Bajunya". (Shohih Muslim IV-209)Kemudian Beliau berkata lagi : "Madzhab yang dipegang oleh mayoritas ‘Ulama adalah Larangan tersebut bersifat mutlaq bagi setiap orang yang melaksanakan Sholat dengan menyingsingkan Lengan bajunya. Baik ia sengaja untuk Sholat dalam keadaan seperti itu atau memang sebelumnya ia telah terbiasa melakukan hal tersebut".
Al-Dawudiy berkata : "Larangan itu lebih dikhususkan untuk orang yang melakukannya ketika Sholat. Sedangkan pendapat yang dipilih lagi Shohih adalah pendapat yang pertama. Itulah Redaksi yang dinukil dari Sahabat dan lainnya". (Kitab Ibid)
Untuk itu sangat baik, jika kita mau merenungkan diri sendiri. Sudah sampai dimana kita bisa turut menekuni Hadits-hadits Rasulullah Saw. jangan diri orang lain saja yang kita salahkan. Para orang-orang ‘Arif zaman dahulu, jika dalam urusan Akhirat, mereka akan terlebih dahulu menangisi nasib dirinya. Ketimbang memikirkan diri orang lain, yaitu jangan caci orang lain. Lihat dirimu..
Sholat dengan kedua bahu terbuka.
Bahu adalah anggota badan yang berada antara pundak dan pangkal leher.
Dari Abu Hurairah Ra ia berkata : "Rasulullah Saw telah bersabda : "Salah seorang dari kamu tidak (boleh) Sholat dengan satu busana yang di pundaknya tidak ada penutupnya sedikitpun". (Mutafaqun ’Alaih)
Hadits demikian dapat ditemukan di Kitab-kitab Hadits antara lain :
1. Al-Bukhari, Kitab “Ash-Sholah" Bab “Izaa Sholla fil al tsaub al-waahid” Juz I : 471
2. Muslim, Kitab “Ash-Sholah” Bab “Al-Sholah fil tsaub waahid” Juz I : 368
3. Abu Daud, Hadits Nomor : 626
4. Ad-Darimiy, Juz I : 318
5. As-Syafi’i, “Kitab “Al-Umm” Juz I : 77
6. Ibn Khuzaimah, Nomor : 765
7. Abu ‘Uwanah, Juz II : 61
8. At-Thohawiy, Juz I : 282
9. Al-Baihaqi, Juz II : 238
Yang menjadi inti masalah di sini sebenarnya adalah membuka kedua bahu itulah yang dilarang. Dan kalimat larangan menunjukkan bahwa obyek larangan jika tetap dilakukan bisa merusak Ibadah. Selain itu kedua bahu memang wajib ditutup ketika Sholat. Membiarkannya terbuka sama dengan merusak Sholat, sebagaimana ketika ia tidak menutup aurat yang lain. Demikian Kitab Al-Mughniy Juz I halaman : 618.
Dalam pelaksanaan Haji mungkin ada pengecualiannya. Nanti akan dibahas pada Pelajaran Hajji. Kita perhatikan Redaksi Hadits terdahulu yang menyebut :
“Salah seorang dari kamu tidak boleh Sholat dengan satu busana yang dipundaknya tidak ada (Penutupnya)"
Jika demikian sehelai benang diletakkan di bahu tidak cukup untuk menutupi pundak tersebut. Karena tidak bisa dikatakan busana. Yang benar tidak cukup Sholat dengan hanya meletakkan sehelai benang di bahu.
“Jika salah seorang diantara kalian Sholat dengan mengenakan satu Busana, maka hendaklah ia menyelempangkan kedua sisi baju kanan dan kiri di atas kedua bahunya”.Hadits Shohih yang diriwayatkan oleh Abu Daud.
Karena Perintah menyelempangkan dua sisi baju di kedua bahu, tujuannya adalah untuk menutupinya. Maka meletakkan sehelai benang saja, tidak dianggap mencukupi. Dan tidak bisa dianggap untuk menutup aurat. Dari pembahasan ini dapat diketahui kesalahan sebagian orang yang melakukan Sholat. Lebih-lebih ketika musim panas, hanya dengan mengenakan baju yang berserat benang, yakni kainnya sangat jarang. Sholat memakai busana seperti ini adalah Batal menurut Ulama Mazhab Hambali dan sebagian Ulama Salaf. Namun banyak Ulama yang mengatakan Hukumnya hanya Makruh.
Sholat dengan busana yang penuh dengan gambar.
Dari A’isyah Ra. ia berkata : ”Rasulullah Saw. melaksanakan Sholat dengan mengenakan Khamishah (jenis busana yang terbuat dari bulu). Yang ada gambarnya. Ketika telah selesai melakukan Sholat. Beliau bersabda :
عَنْ عَائِــشَــةَ قَالَـتْ قَامَ رَسُــوْ لِ الـلّـــهِ صَــلَّى الـلّـــهُ عَــلَــيْـهِ وَسَــلَّـمَ يُـصَــلِّـى فِى خَـمِـيْـصَــةٍ ذَاتِ أَعْــلاَ مُ فَــلَــمَّا قَـضَى صَـلاَ تَــهُ قَالَ : إِ ذْ هَـــبُـوْا بِــهَــذِ هِ الْخَـمِــيْــصَــةِ إِ لَى أَ بِـي جَــهْـمِ بْـنِ حُـذَ يْــفَــةَ وَ أْ تُــوْ نـِـيْ بِــأَ نْــبِـجَا نِـــيَّــةِ فَــإِ نَّـــهَا أ َ لْـــهَــتَــنِـى آ نِــفًا فِيْ صَــــلاَ تِـى
“Pergilah kalian kepada Abu Jaham Ibn Hudzaifah dengan Khamishah ini. Dan bawalah kepadaku Anbi jani (jenis baju yang tebal dan kasar). Karena sesungguhnya Khamishah tadi telah mengganggu konsentrasiku (Khusu’) ketika Sholat”.
(H.R. Al-Bukhari Kitab “Ash-Sholah Juz I hal : 482 nomor 373)
Dan masih banyak Dalil yang lain.
Yang dimaksud dengan “Anbijaniyyah” yang diminta Rasulullah Saw. adalah sejenis baju tebal yang tidak memiliki gambar-gambar (baju polos). Berbeda dengan “Khamishah” yang dikembalikan Beliau, ada gambar atau lukisan di kainnya.
At-Thayyibi berkata : “Di dalam Hadits yang membicarakan masalah Baju Anbijaniyyah dapat diketahui bahwa gambar atau sesuatu yang tampak lain, semacam asesoris. Yang demikian ini kiranya bisa mempengaruhi Hati yang bersih serta Jiwa yang suci menjadi kacau balau, seperti Hati yang dimiliki oleh Rasulullah Saw. Betapa pula halnya dengan Hati dan Jiwa yang belum bersih ? Konon Hati yang kumal serta Jiwa yang lusuh ?!
Dari Anas Ra. ia berkata : “Dahulu A’isyah Ra. memiliki kain yang tipis dan bergambar yang dibuat tabir di samping rumahnya. Lantas Rasulullah Saw. bersabda kepadanya : “Jauhkanlah dariku. Karena ia selalu tergambar dan terlintas difikiranku ketika aku Sholat”. (Al-Bukhari Juz I hal : 484 No 374)Hadits Anas Ra. tersebut menunjukkan kepada kita bahwa Sholat dengan busana yang bergambar atau berlukisan, hukumnya makruh. Dalam hal ini mayoritas Ulama memberi Hukum Makruh dan ada juga yang menghukumkan Haram. Bahkan patung maupun gambar yang berada diatas kertas atau kain, harus dihancurkan. Ini menunjuk kepada Riwayat A’isyah Ra. di atas.
Setelah memperhatikan Hadits-hadits di atas, berkata An-Nawawiy : “Adapun baju yang bergambar Salib atau lainnya yang bisa mengganggu Konsentrasi orang melaksanakan Sholat, Hukumnya Haram”. Dan makruh Sholat menghadap gambar atau menjadi alas untuk Sholat (Sejadah). Karena keterangan yang terkandung dalam hadits tersebut”.
Dari Anas Ra. ia berkata : “Dahulu A’isyah Ra. memiliki kain yang tipis dan bergambar yang dibuat tabir di samping rumahnya. Lantas Rasulullah Saw. bersabda kepadanya : “Jauhkanlah dariku. Karena ia selalu tergambar dan terlintas difikiranku ketika aku Sholat”. (Al-Bukhari Juz I hal : 484 No 374)Hadits Anas Ra. tersebut menunjukkan kepada kita bahwa Sholat dengan busana yang bergambar atau berlukisan, hukumnya makruh. Dalam hal ini mayoritas Ulama memberi Hukum Makruh dan ada juga yang menghukumkan Haram. Bahkan patung maupun gambar yang berada diatas kertas atau kain, harus dihancurkan. Ini menunjuk kepada Riwayat A’isyah Ra. di atas.
Setelah memperhatikan Hadits-hadits di atas, berkata An-Nawawiy : “Adapun baju yang bergambar Salib atau lainnya yang bisa mengganggu Konsentrasi orang melaksanakan Sholat, Hukumnya Haram”. Dan makruh Sholat menghadap gambar atau menjadi alas untuk Sholat (Sejadah). Karena keterangan yang terkandung dalam hadits tersebut”.
(Kitab - Al-Majmu’ : III)
Hukum orang yang sholat membawa gambar.
Imam Ahmad Ra. ditanya tentang cincin yang ada ukirannya seperti patung. Apakah boleh dipakai ketika melaksanakan Sholat ? Beliau menjawab :
“Benda itu tidak boleh dipakai dan tidak diperkenankan dipakai ketika melaksanakan Sholat”
(Kitab Al-Mudawwan Al - Qubro Juz I : 91).
“Orang yang mau melaksanakan Sholat Makruh hukumnya memakai Batu Cincin Permata yang ada ukiran atau gambarnya, baik ukiran hewan maupun ukiran manusia atau memakai baju dan benda lain seperti keping koin yang ada gambarnya”
(Kasysyaal Al-Qana Juz I Hal 432).
Para Ulama Mazhab Hanafi memberi keringanan bagi seseorang yang membawa kepingan uang yang ada gambarnya. Karena benda tersebut hanya sedikit, dan tidak jelas terpandang oleh mata”. (Kitab ‘Uyuun Al-Masaail II 427).
Semua Hadits yang menunjukkan larangan di atas memiliki makna yang berdekatan. Benang merah atau batas yang bisa diambil, adalah larangan Sholat dengan mengenakan busana yang bergambar atau Sholat menghadap gambar. Alasannya ialah karena dapat merusak ke khusu’an ketika orang melaksanakan Sholat. Selain dari itu, gambar juga bisa menghalangi seseorang untuk memikirkan Lafaz Zikir dalam Sholat”.
“Benda itu tidak boleh dipakai dan tidak diperkenankan dipakai ketika melaksanakan Sholat”
(Kitab Al-Mudawwan Al - Qubro Juz I : 91).
“Orang yang mau melaksanakan Sholat Makruh hukumnya memakai Batu Cincin Permata yang ada ukiran atau gambarnya, baik ukiran hewan maupun ukiran manusia atau memakai baju dan benda lain seperti keping koin yang ada gambarnya”
(Kasysyaal Al-Qana Juz I Hal 432).
Para Ulama Mazhab Hanafi memberi keringanan bagi seseorang yang membawa kepingan uang yang ada gambarnya. Karena benda tersebut hanya sedikit, dan tidak jelas terpandang oleh mata”. (Kitab ‘Uyuun Al-Masaail II 427).
Semua Hadits yang menunjukkan larangan di atas memiliki makna yang berdekatan. Benang merah atau batas yang bisa diambil, adalah larangan Sholat dengan mengenakan busana yang bergambar atau Sholat menghadap gambar. Alasannya ialah karena dapat merusak ke khusu’an ketika orang melaksanakan Sholat. Selain dari itu, gambar juga bisa menghalangi seseorang untuk memikirkan Lafaz Zikir dalam Sholat”.
Syarah An-Nawawiy ‘Alaas-Sholaah Muslim Juz V: 43.
Demikianlah sekelumit yang dapat dipetikkan dari beberapa Kitab yang Mu’tabar. Dan untuk selanjutnya kami serahkan kepada yang punya badan. Mau dibawa kemana badan yang hanya satu itu. Pulang terserah kepada Anda sekalian, mau ambil Hukum yang mana terserah. Apa lagi pada zaman sekarang sudah terbuka semua Hukum-hukum Fiqih. Baik dari Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali, Mazhab Maliki, maupun Mazhab Syafi’i.
Dipersilahkan pegang kepunyaan masing-masing. Dalam kitab ini hanya sekedar membuka tabir yang yang selalu menghijab seorang Muslim dari Hukum-hukum Islam itu sendiri. Karena sering tidak beredar kepermukaan para Muslim.
Sholat tanpa mengenakan penutup kepala.
Boleh melakukan Sholat dengan membuka kepala bagi Kaum Laki-laki. Sebab kepala hanya menjadi aurat bagi kaum Wanita, bukan untuk kaum Pria. Ini Hukum dasar. Kendatipun demikian, disunnahkan bagi setiap orang yang melaksanakan Sholat untuk mengenakan pakaian yang layak dan sempurna menurut ukuran manusia. Di antaranya ialah kesempurnaan Busana Sholat adalah dengan memakai “Imamah” (Kain Sorban yang di kaitkan di kepala). Songkok atau Kufyah atau sebagainya yang biasa dikenakan di kepala ketika melaksanakan Ibadah kepada Allah SWT.
Menurut para pakarnya, bahwa tidak memakai penutup kepala tanpa uzur (keadaan yang memaksa), maka hukumnya Makruh. Terlebih-lebih ketika melakukan Sholat Fardhu dan teristimewa lagi ketika Sholat dengan berjama’ah.
(Fatwa Muhammad Rasyid Ridho Juz V Halaman : 1849)
(Dan terdapat dalam Kitab Al-Synan Wa Al-Mubtadi’aat Halaman : 69)
Al-Albani berkata : “Menurut pendapatku, sesungguhnya Sholat dengan tidak memakai tutup kepala, hukumnya adalah Makruh. Karena merupakan sesuatu yang sangat disunnahkan. Jika seseorang Muslim melakukan Sholat dengan memakai Busana Islami yang sempurna, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Hadits di atas. “Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah yang paling berhaq untuk dihadapi dengan berhias diri”.
Menurut para pakarnya, bahwa tidak memakai penutup kepala tanpa uzur (keadaan yang memaksa), maka hukumnya Makruh. Terlebih-lebih ketika melakukan Sholat Fardhu dan teristimewa lagi ketika Sholat dengan berjama’ah.
(Fatwa Muhammad Rasyid Ridho Juz V Halaman : 1849)
(Dan terdapat dalam Kitab Al-Synan Wa Al-Mubtadi’aat Halaman : 69)
Al-Albani berkata : “Menurut pendapatku, sesungguhnya Sholat dengan tidak memakai tutup kepala, hukumnya adalah Makruh. Karena merupakan sesuatu yang sangat disunnahkan. Jika seseorang Muslim melakukan Sholat dengan memakai Busana Islami yang sempurna, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Hadits di atas. “Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah yang paling berhaq untuk dihadapi dengan berhias diri”.
Diriwayatkan oleh At-Thohawiy :
“Tidak memakai tutup kepala bukanlah kebiasaan baik yang dilaksanakan oleh Ulama-ulama Salaf. Baik ketika mereka berjalan, maupun ketika memasuki tempat-tempat Ibadah”.
Kebiasaan tidak memakai tutup kepala sebenarnya adalah tradisi orang-orang non Muslim. Ide ini memang sengaja diselundupkan ke Negara-negara Muslim ketika mereka melancarkan kolonialisasi. Mereka mengajarkan kebiasaan buruk. Dan sayangnya malah di ikut oleh sementara Umat Muslim yang goblok dan bodoh.
Mereka mengesampingkan kepribadian dan Tradisi ke-Islaman mereka sendiri. Inilah sebenarnya pengaruh buruk yang dibungkus sangat halus, sehingga Umat Muslim tergiur dengan kesimpelan gaya berpakaian orang-orang kafir. Dan inilah yang dijadikan alasan bagi mereka-mereka yang pro dengan perbuatan orang Kafir mengatakan :
“Bahwa tidak mengapa Sholat dengan tidak memakai Kufyah”. Al-Albani melanjutkan, bahwa para Sahabat-sahabat Rasulullah Saw. tidak pernah menyebutkan dalam sebuah Riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Saw. tidak memakai Sorbannya atau penutup kepala ketika Sholat. Kecuali hanya ketika Ihram. Barang siapa yang menyangka Beliau pernah tidak memakai “Imamah” ketika Sholat, selain pada saat melakukan Ihram. Maka ia harus bisa menunjukkan Dalilnya. Dan yang benar itulah yang berhaq untuk diikuti.
“Tidak memakai tutup kepala bukanlah kebiasaan baik yang dilaksanakan oleh Ulama-ulama Salaf. Baik ketika mereka berjalan, maupun ketika memasuki tempat-tempat Ibadah”.
Kebiasaan tidak memakai tutup kepala sebenarnya adalah tradisi orang-orang non Muslim. Ide ini memang sengaja diselundupkan ke Negara-negara Muslim ketika mereka melancarkan kolonialisasi. Mereka mengajarkan kebiasaan buruk. Dan sayangnya malah di ikut oleh sementara Umat Muslim yang goblok dan bodoh.
Mereka mengesampingkan kepribadian dan Tradisi ke-Islaman mereka sendiri. Inilah sebenarnya pengaruh buruk yang dibungkus sangat halus, sehingga Umat Muslim tergiur dengan kesimpelan gaya berpakaian orang-orang kafir. Dan inilah yang dijadikan alasan bagi mereka-mereka yang pro dengan perbuatan orang Kafir mengatakan :
“Bahwa tidak mengapa Sholat dengan tidak memakai Kufyah”. Al-Albani melanjutkan, bahwa para Sahabat-sahabat Rasulullah Saw. tidak pernah menyebutkan dalam sebuah Riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Saw. tidak memakai Sorbannya atau penutup kepala ketika Sholat. Kecuali hanya ketika Ihram. Barang siapa yang menyangka Beliau pernah tidak memakai “Imamah” ketika Sholat, selain pada saat melakukan Ihram. Maka ia harus bisa menunjukkan Dalilnya. Dan yang benar itulah yang berhaq untuk diikuti.
Yang perlu disebutkan disini adalah bahwa Sholat tanpa mengenakan tutup kepala hukumnya adalah Makruh saja. Namun Al-Baghowiy berkata : ”Tidak bisa disangkal lagi. Bahwa lebih baik tidak dilakukan Sholat Jama’ah sebelum seorang Imam memenuhi semua syarat kesempurnaan Sholat. Dan mengkuti semua Sunnah Rasulullah Saw”.
Selanjutnya hanya kepada Allah kita memohon perlindungan.
07 April 2008
27. Ta'rif - Takut kepada Allah SWT
“Takut kepada Allah ‘Azza Wajalla ialah terasa benar benar Kekuasaan dan Kekuatan Allah serta tembusan Iradah-Nya”.
Mari kita perhatikan surah di dalam Al-Qur-aan :
Mari kita perhatikan surah di dalam Al-Qur-aan :
وَجَـعَــلَ فـِـيْــهَارَوَ اسِـيَ مِنْ فَـوْ قِــهَا وَ بَـارَ كْ فِــيْـهَا وَ قَـدَّ رَ فِــيْــهَآ اَ قْـوَ ا تَــهَا فِيْ اَرْ بـَـعَــةِ اَ يَّـامٍ سَـوَ آ ءً لـِلّــسَّآ ئِــلِــيْـنَ. ثُـمَّ اسْـتَــوى اِلَى السَّـمَآءِ وَ هِـيَ دُخَانٌ فَــقَالَ لَـــهَا وَ لــِلا رْضِ أْ تِـــيَا طَــوْ عًـا اَوْ كَــرْ هًا قَـالَـــتَـآ اَ تَــيْــنَا طآ ئِــعِــيْـنَ
“Dan DIA menciptakan gunung-gunung (yang mengokohkan bumi) serta diberi-Nya keberkahan di bumi itu dan di tentukan-Nya makanan penghuninya dalam empat tahap. (Demikian penjelasan) bagi orang-orang yang bertanya”. “Maka DIA melanjutkan menciptakan ruang angkasa dan ruang angkasa itu (selagi) masih merupakan asap. Kemudian diperintahkan-Nya kepada mereka (asap) Dan kepada bumi. ”Datanglah kamu keduanya untuk mematuhi perintah-KU. Dengan suka hati (rela) atau karena terpaksa”. Maka keduanyapun menjawab: ”Kami datang dengan suka hati (rela)”. (Q.S. Fussilat : 10-11)
Ayat di atas menerangkan bahwa Allah Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa menciptakan Alam semesta. Pendapat para Ahli Astronomi tentang Alam semesta, mereka mengatakan bahwa Bumi yang kita pijak sekarang ini adalah salah satu Planet dari sekian banyak kelompok Planet. Bumi beserta Planet-planet Mercury, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Neptunus, Pluto. Mereka berputar mengelilingi Matahari. Matahari dengan pengiring-pengiringnya itu hanyalah sebahagian kecil dari Bintang-bintang yang tidak terhitung jumlahnya. Dan kumpulan itu dinamakan Galaxy. Galaxy ini diduga semulanya hanya satu, tetapi ternyata kemudian berjuta-juta yang belum dapat dipastikan berapa jumlahnya. Dalam satu Galaxy diperkirakan seratus ribu juta Bintang. Galaxy-galaxy itu diperkirakan memenuhi ruang angkasa sampai jarak Sepuluh ribu juta Tahun cahaya. Jika dalam satu detik cahaya menempuh jarak kira-kira 300.000 km. Kita semua akan menggeleng-gelengkan kepala memikirkan berapakah luasnya ruang angkasa itu sebenarnya ? Alam semesta adalah suatu misteri yang belum terungkap oleh manusia. (Demikian Buku “The Night Sky by Mary”. T. Bruch).
Kita perhatikan Ayat yang lain :
لَـه مَافِى السَّــمـوَ ا تِ وَمَافِى اْلاَرْضِط وَهُوَ الْـعَـلِـيُّ الْـعَـظِـيْمٌ . تَـكَادُالسَّـموَ اتُ يَـتَــفَطَّـرْنَ مِنْ فَـوْ قِـهِنَّ وَ الْـمَلـئِـكَـةُ يُسَــبِّحُـوْنَ بـِحَـمْدِرَ بِّــهِمْ وَ يـَسْـتَــغْـفِـرُوْنَ لـِمَـنْ فِى اْلاَرْضِ اَ لاَ اِنَّ الـلّــــهَ هُـوَ الْـغَـفُــوْرُ الـرَّحِـيْـمٌ . وَ الَّذِ يْـنَ الـتَّـخَـذُوْا مِنْ دُوْ نــِه اَوْ لــِيَـآءَ الـلّــــهُ حَـفِــظٌ عَـلَـــيْــهِـمْ وَ مَآ َا نْـتَ عَـلَــيْــهِـمْ بِــوَ كِـــيْــلٍ
“Kepunyaan-Nya apa yang ada di Ruang angkasa dan Bumi. Dan DIA-lah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar”. “Hampir saja seluruh Ruang angkasa pecah belah di bagian atasnya (karena Kebesaran Allah). Sementara para Malaikat Bertasbih memuji Tuhan-nya serta memohonkan Ampun bagi orang-orang yang ada di Bumi. Ingatlah bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. “Dan orang-orang yang mengambil Pelindung selain dari Allah. Allah pasti mengawasi mereka. Dan engkau (Hai Muhammad) bukanlah pengawas bagi mereka”. (Q.S. Asy-Syuura 4, 5, 6)
لَـه مَــقَالِــيْـدُ السَّــمـوَ اتِ وَاْلاَرْضِ، يَــبْـسُـطُ الـرِّزْقَ لـِمَـنْ يَّــشآءُ وَ يَــقْـدِرُ اِ نَّــه بِـكُـلِّ شَـيْ ءٍ عَــلِــيْــمٌ
“Kepunyaan-Nya-lah Perbendaharaan Ruang angkasa dan Bumi. Dilapangkan-Nya Rezki bagi siapa saja yang kehendaki-Nya. Dan dibatasi bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya DIA Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. Asy-Syuura : 12)
Menghadirkan Hati dalam segala masalah sungguh sangatlah berat, karena di celah-celah keinginan manusia untuk berbuat baik, disana pula Iblis memainkan peranannya. Iblis tidak senang jika manusia itu bisa mantap dalam menghadirkan Hati di dalam Sholatnya. Maka kerja Iblis yang menggoda, tidak tercapai dengan sempurna. Oleh karena itu, diputarnya keadaan ‘Ilmu, yang sesungguhnya ‘Ilmu itu akan membawa ke arah kebenaran, kiranya digoreskan Iblis kepada orang-orang yang berilmu suatu rasa bangga dan tinggi hati. Maka dengan sendirinya manusia akan berpecah belah setelah sampai ilmu kepadanya.
وَ مَا تَـفَـرَّ قُـوْآ اِلاَّ مِنْ بَـعْدِ مَاجَآءَ هُمُ الْـعِـلْـمُ بَـخْــيًا بـَـيْـنَــهُـمْ وَ لَــوْ لاَ كَـلِــيْـمَـةٌ سَــبَـقَـتْ مِنْ رَّ بِّـكَ اِلىَ اَجَـلٍ مُّسَــمًّى لَّــقًضِيَ بَــيْــنَــهُـمْ وَ اِنَّ الَّـذِ يْنَ اُوْرِ ثُــوْاالْـكِــتَابَ مِنْ بَـعْدِ هِمْ لَــفِـيْ شَـكٍّ مِّـنْـهُ مُرِ يْـبٍ
“Dan mereka berpecah belah sesudah sampai kepada mereka ‘Ilmu Pengetahuan, disebabkan mereka saling mendengki. Kalau tidaklah karena keputusan yang telah terdahulu (untuk menunda ‘Azab) sampai saat yang telah ditentukan, niscaya mereka sudah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang telah di wariskan Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka. Selalu dalam keragu-raguan yang membingungkan”. (Q.S. Asy-Syuura : 14)
Orang-orang yang menerima Kitab dari Allah. Mereka semua mengetahui Kebenaran Al-Qur-aan namun mereka membantah dengan dorongan Hawa Nafsunya. Yang demikian itu sering kita lihat dan perhatikan dimanapun kita berada. Apakah itu ilmu Duniawi maupun ilmu Ukhrowi. Sama saja. Mereka akan saling membanggakan diri, meninggikan derajat. Bahwa kelompoknyalah yang paling benar. Dan Metoda merekalah yang paling baik. Ketekunan dan ta’at cara mereka yang paling benar. Walaupun masih terlihat banyak kekurangan-kekurangannya.
اَ لَـمْ يَـأْنِ لـِلَّـذِ يْـنَ ا مَــنُـوْآ اَنْ تَـخْـشَـعَ قُــلُـوْ بُــهُـمْ لِـذِكْـرِ الـلّــــهِ وَ مَا نَــزَ لَ مِنَ الْحَــقِّ ، وَ لاَ يـَـكُـوْ نُـوْا كَـالَّـذِ يْـنَ اُوْ تُـواالْـكِــتَـابَ مِنْ قَــبْـلُ فَـطَالَ عَـلَــيْــهِمُ اْلاَ مَـدُ فَــقَسَتْ قَــلُـوْ بـُـهُمْ وَ كَــثِـــيْــرٌ مِّــنْــهُـمْ فَا سِقُـوْ نَ
“Apakah belum datang waktunya bagi orang-orang Beriman untuk tunduk Hatinya mengingat Allah ? Dan kebenaran yang turun (kepada mereka). Janganlah mereka seperti orang-orang yang telah diturunkan kepada mereka Kitab sebelumnya. Kemudian setelah lama masa yang mereka tempuh, lalu Hati mereka menjadi kesat. Dan kebanyakan mereka menjadi orang-orang fasiq”. (Q.S. Al-Hadiid : 16)
Menghadirkan Hati di dalam segala keadaan. Terutama di dalam melaksanakan Sholat, tidak bisa tidak harus kita buat. Karena dengan kehadiran Hati inilah perasaan gelisah akan hilang. Rasa susah akan kembali menjadi senang. Rasa bimbang akan kembali menjadi tenang. Rasa marah dan gundah akan sirna dan kembali menjadi tenteram. Sehingga dalam mendirikan Sholat terasa kesejukan dan kenyamanan berada di dalamnya. Karena hadir Hati dalam pelaksanaan tersebut. Kemudian setelah keluar dari Sholat kita seakan-akan dapat merasakan bagaimana Syahdunya Sholat yang kita laksanakan tersebut. Dan yang demikian ini menjadi kewajiban buat kita untuk melusurinya. Parhatikan Firman :
حَافِـظُـوْاعَلىَ الصَّـلـواتِ وَ الصَّـلـواةِ الْــوُسْطـى وَ قُـوْ مُـوْالـِلّـــهِ قـنِتِــيْنَ
"Peliharalah semua Sholatmu dan Sholat Wustho (yang paling baik - ‘Ashar yang banyak gangguannya). Dan berdirilah (Hadapkan Wajahmu kepada Allah) dengan kekhusu’an yang penuh". (Q.S. Al-Baqarah : 238)
Setelah kita dapat melatih diri agar bisa hadir Hati saat di dalam Sholat, maka kita harus pula mencobanya di luar Sholat dan di dalam segala keadaan. Agar semua yang kita laksanakan senantiasa dalam keadaan hadir Hati atau dalam bahasa lainnya, kita akan tekun - menekuni segala sesuatu yang dikerjakan.
Sehingga jiwa kita termasuk ke dalam kategori Jiwa "Muthmainah" yaitu Jiwa yang tenang dan terundang untuk kembali kepada Allah dan masuk ke dalam surga-Nya. Orang yang demikian ini akan tetap ingat kepada Allah Jalla Wa’azza ………
اَ لَّـذِ يْنَ اِذَاذُ كِـرَ الـلّـــهُ وَجِـلَتْ قُــلُــوْ بـُــهُـمْ وَ الصَّابِـرِيْـنَ
عَـلى مَـآ اَصَا بَــهُمْ وَ الْــمُـقِــيْـمِـى الصَّـلـوا ةِ ، وَ مِـمَّارَزَ قْــنــهُـمْ يُــنْــفِــقُــوْ نَ
Yaitu orang-orang yang apabila disebut Nama Allah. Gemetar Hatinya. Orang-orang yang sabar waktu tertimpa musibah. Dan orang-orang yang mendirikan Sholat. Serta orang-orang yang menafkahkan sebagian dari Rezqinya yang diberikan Allah kepadanya”.(Q.S. Al-Hajj : 35)
Renungkan … … … … … …
اِ نَّــمَا الْـمُـؤْ مِنُـوْنَ الَّـذِ يْنَ اِذَاذُ كِـرَ الـلّــهُ وَجِـلَتْ قُــلُـوْ بـُـهُمْ وَ اِذَا تُُـلِــيَتْ عَـلَــيْـهِمْ ايـتُــهُ زَادَ تْــهُمْ اِ يْـمَا نًـا وَعَـلىَ رَ بِّـــهِمْ يَـتَـوَ كَّــلُـوْنَ الَّـذِ يْنَ يـُـقِـيْـمُوْ نَ الصَّـلـو ةَ وَ مِـمَّارَزَ قْــنَا هُمْ يـُـنْــفِــقُــوْ نَ
"Sesungguhnya orang yang beriman. Ialah orang yang apabila disebut Allah. Maka Gemetarlah Hatinya Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Allah. Bertambahlah imannya dan kepada Tuhan mereka bertaqwa". "(Yaitu) orang-orang yang mendirikan Sholat dan menafkahkan sebagian Rezqi yang KAMI berikan kepadanya". (QS.Al-Anfaal : 2 – 3)
Melihat Ayat demi Ayat yang ditampilkan di atas, semoga dapat kita raba kemana maksud dan makna ayat-ayat tersebut. Dan menjadi teladan yang baik bagi orang yang ingin menghadirkan Hati dalam Sholatnya. Sebab bagaimana mungkin akan hadir hati seseorang, jika Imannya goyah. Perhatikan ayat :
قَـدْ اَ فْــلَـحَ الْـمُـؤْ مِـنُـوْنَ. اَ لَّذِ يْـنَ هُمْ فِيْ صَـلو تـِـهِمْ خَاشِعُوْنَ وَ الَّـذِ يْـنَ هُمْ عَنِ الـلَّـغْـوِ مُـعْـرِضُـوْ نَ
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang Beriman"(Yaitu) orang-orang yang Khusus’ dalam Sholatnya". "Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (Perbuatan dan Perkataan) yang tidak berguna". (Q.S. Al-Mukminuun : 1 s/d 3)
Sangat jelas maksud Ayat di atas, bahwa orang yang Beriman itu adalah orang yang Khusu’ dalam Sholatnya. Tetapi bagaimana mau Khusu’ jika Hatinya tidak hadir ketika melaksanakan Sholat ? Bahkan hatinya melayang-layang entah kemana-mana.
Kehadiran Hati dalam pelaksanaan Sholat ini sangat dituntut kepada yang mendirikan Sholat, agar Sholatnya utuh. Kemudian melahirkan sifat-sifat yang baik kepada orangnya. Sehingga aman dan tenteramlah masyarakat di sekelilingnya.
اُ تْــلُ مَآ اَوْحِيَ اِلَــيْـكَ مِنَ الْـكِــتَابِ وَ اَ قِــيْـمِ الصَّـلو ةَ اِنَّ الصَّــلـو ةََ تَــنْــهى عَنِ الْــفَــهْـشَآءِ وَ الْـمُـنْـكَـرِ وَ لَـذِكْــرُالـلّـــهِ اَ كْــبَـرُ وَ الـلّـــهُ يَـعْـلَـمُ مَا تَـصْــنًــعُوْ نَ
"Bacalah (selalu) Al-Qur-aan yang telah di-Wahyukan kepadamu ! Dirikan Sholat ! Sesungguhnya Sholat itu (bisa) menghalangi dari perbuatan Keji dan Munkar. Sesungguhnya Mengingat Allah itu lebih besar (Faedah dan kesannya). Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan".(QS. Al-Ankabuut : 45)
Sangat jelas bahwa pegangan untuk menghadirkan Hati di dalam melaksanakan Sholat tersebut adalah dari Firman Allah SWT. Dan Hadits Nabi Saw bukan Rakitan para Ulama dahulu kala.
Buah Khusyu' dalam Sholat.
Wahai saudaraku.. Sangat baik kita ketahui bahwa setelah hadir Hati dalam melaksanakan Sholat, dan itu semua adalah untuk memancarkan cahaya di dalam Hati. Yang selanjutnya akan merupakan kunci bagi ‘ilmu -‘ilmu "Mukasyafah". Dan untuk mencapai itu semua, diperlukan beberapa persyaratan yang harus terpenuhi :
1. Menghindarkan diri dari berbagai penyakit Hati.
2. Pengikhlasan segala ‘Amal yang kita perbuat semata-mata hanya karena Allah.
3. Seluruh pelaksanaan ‘Amal-Perbuatan mengikuti Rukun dan Syaratnya.
4. Jangan tinggalkan rasa malu di dalam diri kita.
1. Menghindarkan diri dari berbagai penyakit Hati.
2. Pengikhlasan segala ‘Amal yang kita perbuat semata-mata hanya karena Allah.
3. Seluruh pelaksanaan ‘Amal-Perbuatan mengikuti Rukun dan Syaratnya.
4. Jangan tinggalkan rasa malu di dalam diri kita.
Wali-wali Allah yang dikasyafkan (disingkapkan) baginya Kerajaan Langit dan Bumi serta Rahasia-raha sia Rububiyah, selalu mengalaminya sewaktu dalam keadaan Khusu’ pada saat Sholat. Itu semua bisa terjadi, disebabkan Hadirnya Hati sewaktu melaksanakan Sholat. Terutama di saat ia sedang Sujud. Karena pada waktu Sujud seorang hamba berada sangat dekat dengan Tuhan-nya.
……… وَ ا سْــجُــدْ وَ ا قْـــتَـــرِ بْ
"…Dan Sujudlah serta dekatkan (diri kepada Allah)”
Mukasyafah (tersingkap) yang dialami oleh seseorang yang sedang Sholat adalah sesuai dengan kadar kejernihan Hati dari kekeruhan duniawi. Hal itu bisa dirasakan kuat atau lemahnya. Banyak atau sedikitnya. Yang nyata atau tersembunyi dalam memalingkan wajah Hati ke arah urusan-urusan dunia ini. Sehingga sesuatu dapat tersingkap Haqikatnya bagi seseorang. Namun bagi orang lain terkadang hanya tersingkap sebagian dari Tamsilan atau Ibaratnya saja, seperti tersingkapnya kasyaf seseorang yang menggambarkan dunia ini seperti bangkai, dan setan seperti anjing yang duduk di atas bangkai. Kemudian kedua-duanya mengundang Manusia agar dekat kepada mereka. Maka menzahirlah ke dalam perbuatannya sehari-hari, yaitu ia tidak lagi menginginkan urusan dunia ini karena Haqikat Dunia ini telah tersingkap baginya pada saat Mujahadah kepada Allah ketika Sholat.
Demikian pula terdapat perbedaan dalam obyek yang tersingkap. Beberapa dari mereka tersingkap baginya sebagian dari sifat dan ke-Agungan Allah. Kemudian bagi beberapa orang yang lain lagi, tersingkap sebagian Tindakan Allah. Dan bagi yang lain tersingkap sebagian ‘Ilmu Mu’amalah (kelakuan) Allah yang mustahil-mustahil dalam pandangan manusia.
Sangat banyak sebab tersembunyinya tersingkapnya Tabir Tajallinya hal-hal tersebut. Yang terpenting di antaranya ialah Himmah seseorang. Jika Himmahnya sedang terpusat pada suatu masalah tertentu, maka hal itulah besar kemungkinan dapat Terkasyaf.
أَ نَـاعِـنْدَ ظَـنِّ عَــبْـدِى بِـى وَ أَ نَـامَـعَـهُ حـيَـنَ يَـذْ كُــرُ نـِى فَـإِنْ ذَ كَـرَ نـِى فِى نَــفْسِـهِ ذَكَـرْ تُــهُ فِى نَــفْـسِى وَ إِ نْ إِ لَـــيْــهِ ذِرَ اعًا وَ إِنِ اقْــتُــرَ بَ إِ لَـيَّ ذِرَ اعًا اَ قْــتَــرَ بْتُ إِ لَـــيْـــهِ بَـاعًا وَ إِ نْ أَ تَـا نِى يَـمْـشِى أَ تَـــيْــتُــهُ هَـرْوَ لَــةً
"AKU sesuai dengan dugaan hamba-KU kepada-KU. Dan AKU bersama dengannya ketika ia ingat kepada-KU. Jika ia ingat kepada-KU di dalam Hatinya. AKU pun ingat kepadanya di dalam Hati-KU. Dan jika ia ingat kepada-KU dalam lingkungan khalayak ramai. Niscaya AKU pun ingat kepadanya dalam lingkungan khalayak yang lebih ramai lagi baik. Dan jika ia mendekat kepada-KU sejengkal. AKU pun mendekat pula kepadanya sehasta. Dan ia jika mendekat kepada-KU sehasta. Niscaya AKU mendekat kepadanya sedepa. Dan jika ia datang kepada-KU dengan berjalan. Maka AKU mendatanginya dengan berlari". (HQR. Syaikhani dan At-Turmudzy dati Abu Hurairah Ra)
Mengingat hal-hal penyingkapan ini tidak akan terpantul, kecuali pada cermin-cermin bersih mengkilap. Sementara cermin-cermin yang yang ada semua berkarat. Maka dengan sendirinya Hidayah pun tetap terselubung. Hal ini bukan karena kebakhilan Sang Pelimpah Hidayah, tetapi semata-mata disebabkan karat yang melekat pada saluran Hidayah ! Karat tersebut adalah Kejahilan manusia itu sendiri. Renungkan ucapan :
إِذَاذَاق الـشَّـخَـصُ حَــرَّ مُـخَـا لَــفَـةِ الْـهَــوى فِى الـدُّ نْـــيَا، لَــمْ يُــذِ قْــهُ الـلّـــهُ تَــعَـلىَ كُــرَ بَ فِى الْــعُــقْــبِـىذَ كَــرَ نـِى فِى مَــلإٍ خَــيْـرٍ مِـنْــهُ وَ إِ نِ اقْــتُــرَ بَ إِلَى شِـبْـرًا اَ قْــتَــرَ بْـتُ
"Apabila seseorang telah dapat menahan diri, sehingga merasakan panasnya (tersiksa) melawan hawa nafsu di dalam dunia. Maka ia akan diselamatkan Allah SWT dari dahsyatnya panas di hari kemudian".
Untuk meninggalkan dan menjauhi segala macam Kebakhilan dan Kejahilan yang akan menjurus kepada perbuatan durhaka. Ada pesan-pesan dari ‘Umar bin ‘Abdul Aziz. Khalifah Umayyah ketujuh yang sangat Adil. Hampir sama adilnya dengan ‘Umar bin Kahattab R a :
أَ يُّــهَاالــنَّاسُ ِلأَ تَـسْـتَـصْغِـرُواالـذُّ نُــوْبَ وَالـتَّـمِسُـوْا تَـمْحَــيْصَ مَاسَــلَــفَ مِـنْــهَا بِـالـتَّــوْ بَــةِ إِنَّ الْـحَسَــنَـاتِ يُـذْ هِــيْـنَ السَّـــيِّــأَتِ ذلـِكَ ذِكْـرى لـِلـذَّاكِـر ِيـْنَ ، وَ قَالَ أَ يــْضَاخَابَ وَخَسِـرَ مـَنْ خَـرَ جَ مِنْ رَحْـمَـةِ الـلّـــهِ الَّــتِـى وَ سِعَـتْ كُـلِّ شَيْ ءٍ وَحُـرِّ مَ الْجَـــنَّــةُ الَّـتِـى عَـرْضُـهَاالسَّـمـوَ اتِ وَ الأَرْضُ وَ أَعْــلَــمُوْا أَنَّ اْلأَ مَانَ غَــدً ا لِـمَنْ خَافَ رَ بـَّــهُ وَ بَـا عَ قَــلِــيْــلاً بِـكَــثِــيْــرٍ وَ فَـا نِــيَا بِــبَاقٍ
"Wahai seluruh Manusia ! Janganlah kamu menganggap kecil dosa-dosa itu. Selidiki dan berikhtiarlah untuk mengikis habis apa-apa yang telah di-lakukan. Dengan jalan melakukan Taubat". (Allah telah ber-Firman:"Sesungguhnya Perbuatan-perbuatan baik itu akan menghilangkan segala perbuatan jahat. Itulah Peringatan bagi orang yang mau Ingat !!!,, selanjutnya Beliau berkata : "Telah sia-sia dan merugi orang-orang yang keluar dari Rahmat Allah yang meliputi segala sesuatu, dan telah di haramkan untuk masuk surga yang luasnya seluas Langit dan Bumi".
"Ketahuilah ! Bahwa Perasaan aman pada hari esok (hari Qiyamat) nanti telah tersedia bagi orang yang takut kepada Rob-nya, (Orang yang tidak takut kepada Rob-Nya) ialah orang yang suka menjual barang yang sedikit untuk ditukarkan dengan yang banyak. Orang yang suka menukar yang Fana’ dengan yang kekal abadi !!!
Ingatlah ! Seandainya janin yang baru terpancar dari Sulbi orang tuanya memiliki akal, niscaya ia akan mengingkari keberadaan manusia dalam udara yang luas ini. Dan sekiranya anak bayi memiliki suatu daya nilai, walaupun terbatas yang dimiliki anak usia Tiga atau Empat tahun, mungkin saja mereka akan mengingkari pengakuan orang-orang dewasa tentang hal-hal yang berkaitan dengan Kerajaan Allah di Langit dan Bumi. Sebab mereka belum tertutup oleh tirai hijab yang dikasyafkan Allah kepadanya.
Demikianlah keadaan manusia pada setiap tahapan hidupnya selalu saja cenderung mengingkari apa-apa yang akan terjadi pada tahapan selanjutnya. Anak-anak yang masih bersih dari hijab, memandang dengan Himmahnya bahwa para orang-orang tua sudah jadi Bodoh dan Tolol mengimani Allah dan Rasul-Nya. Itu semua bisa terjadi karena manusia itu tertutup oleh segala hijab hasil dari segala perbuatannya ketika lapang maupun sempit.
Barang siapa mengingkari Wilayah Kewalian, ia akan terpaksa pula mengingkari Tahapan Nubuwah (Kenabian). Sementara semua makhluq telah diciptakan bertahap-tahap. Maka, jika sikap tersebut dapat dibenarkan, niscaya setiap orang akan mengingkari segala yang berada dibalik tingkatan pengetahuannya sendiri. Inilah manusia yang persis Katak di bawah Tempurung, ia kira hanya seluas itulah dunia itu. Setelah ia keluar dari kungkungan tempurung, baru ia sadar bahwa dunia itu sangat luas. Ini suatu sindiran buat kita semua.
Kita faham benar, bahwa ada orang-orang tertentu yang mencari Haqikat kebenaran melalui cara perdebatan dan pembahasan yang kacau balau. Sehingga kaji Haqikat tercermin buruk perangai dalam kenangan masyarakat banyak. Bukan melalui cara Pensucian Qolbi dari segala sesuatu yang selain Allah. Maka akibatnya mereka telah kehilangan Haqikat dan kemudian mengingkarinya. Ini adalah suatu peringatan bagi kita semua, bahwa Haqikat itu sangat mudah hilangnya dari Qolbi manusia. Mana kala ia ditunggangi oleh hal-hal dunia.
Oleh sebab itu, siapa saja yang tidak termasuk dalam kalangan Ahli Mukasyafah, setidak-tidaknya ia beriman kepada yang gaib dan mempercayainya sampai ia mampu menyaksikannya sendiri melalui berbagai Metoda. Maka termasuklah ia orang-orang yang beruntung di Dunia dan Akhirat.
Dalam suatu Hadits Nabi Saw. disebutkan :”Apabila seseorang hamba sedang berdiri di dalam Sholatnya. Allah SWT mengangkat Tirai yang menghalangi antara DIA dan hamba-Nya itu, lalu DIA menghadapi-Nya. Para Malaikat berbaris, mulai dari kedua bahunya sampai ke langit. Malaikat juga Sholat mengikuti Sholatnya, dan mengucapkan Amiin atas doa orang itu. Dan sesungguhnya, seorang yang sedang Sholat ditaburi segala kebajikan dari puncak langit sampai garis pembatas rambut di kepalanya.
Di saat itu pula akan terdengar suara : "Sekiranya hamba yang sedang Sholat ini menyadari siapa yang diajaknya bermunajat, niscaya ia tidak akan menoleh ke arah manapun. Dan sesungguhnya pintu-pintu langit terbuka bagi orang-orang yang Sholat. Sedangkan Allah SWT. menunjukkan kebanggaan-Nya kepada para Malaikat-Nya. Terutama Malaikat yang berkenan dengan hamba-Nya yang sedang Sholat".
(Hadits ini disebutkan oleh pengarang Kitab "Quthul Qulub". Dan oleh As-Sahruwardi dalam Kitab Al-Awarif).
Demikianlah terbukanya pintu-pintu langit bagi si hamba yang sedang Sholat dan saat itu si hamba langsung berhadapan dengan Wajah Allah SWT. Adalah isyarat tentang Mukasyafah yang dikarenakan hadirnya Hati seseorang sewaktu melaksanakan Sholat.
Jika kita renungkan secara makna atau arti yang tersirat, maka dapatlah kita ketahui yang dimaksud langit disini adalah Hijab atau tirai yang mendinding antara hamba dengan Allah SWT. Antara Makhluq dengan Tuhan-nya.
Bahwa tertulis di dalam Kitab Taurat yang berbunyi :"Hai Anak Adam ! janganlah engkau terhalang dari berdiri dihadapan-KU. Laksanakanlah Sholat seraya menangis. AKU-lah Allah yang menghampiri Hatimu. Dan dengan cara gaib engkau melihat Cahaya-KU".
Banyak para Ahli Ma’rifah berkata : "Kami menilai bahwa kerawanan Hati, ratapan yang terurai dari Hati sanubari akan menghasilkan Penyingkapan kegaiban oleh seseorang yang Sholat dengan Tawadhu’, Tawaruk, dan Khusu’.
Orang yang Sholat sehingga dapat mencapai rasa yang sedemikian rupa adalah disebabkan penghampiran Allah SWT kepada Hati orang tersebut. Dan mengingat penghampiran itu bukanlah suatu penghampiran yang memerlukan ruang dan waktu. Maka tidak ada arti lain. Kecuali penghampiran dengan Hidayah dan Inayah serta Rahmat dari Penyingkapan Tirai selaku Hijab.
Orang yang Sholat sehingga dapat mencapai rasa yang sedemikian rupa adalah disebabkan penghampiran Allah SWT kepada Hati orang tersebut. Dan mengingat penghampiran itu bukanlah suatu penghampiran yang memerlukan ruang dan waktu. Maka tidak ada arti lain. Kecuali penghampiran dengan Hidayah dan Inayah serta Rahmat dari Penyingkapan Tirai selaku Hijab.
Diriwayatkan pula. Apabila seseorang hamba melaksanakan Sholat, perbuatannya itu dikagumi oleh sepuluh baris Malaikat, setiap baris terdiri atas Sepuluh ribu Malaikat. Allah SWT pun menyanjung-nyanjung dihadapan Seratus ribu Malaikat tersebut. Hal ini disebabkan si hamba telah menghimpun beberapa gerakan-gerakan, dari mulai Berdiri, Ruku’, Duduk, Sujud dan Salam. Serta membaca Ummul Kitab dan Ayat Al-Qur-aan yang mulia di sisi Allah SWT. Dan saat itu pula Allah SWT. membagi-bagikan gerakan-gerakan itu di antara Empat puluh ribu Malaikat. Para Malaikat yang berdiri tidak Ruku’ sampai hari Qiyamat. Dan ada yang hanya Sujud tidak akan berdiri sampai hari Qiyamat. Demikian pula yang Duduk tidak akan bergerak hingga hari Qiyamat. Kedekatan dan Derajat yang diberikan Allah SWT. kepada para Malaikat itu akan terus berlaku secara ketat dalam keadaan yang sama. Tidak bertambah dan tidak berkurang. Karena itulah Allah ber-Firman :
وَ مَامِـنَّا اِلاَّ لَــه مَــقَا مٌ مَّـعْــلُـوْ مٌ . وَ اِ نَـا لَـــنَــحْــنُ الـصَّافُــوْ نَ . وَ اِ نَّـا لَـــنَــحْــنُ الْــمُــسَـــبِّــحُــوْ نَ
"Setiap dari kami (para Malaikat) mempunyai tugas tertentu". "Dan sesungguhnya kami berbaris (menunaikan Perintah Allah)". "Dan sesungguhnya kami tetap Bertasbih Memuji-Nya". (Q.S. Ash-Shoffaat : 164 - 166)
Namun manusia berbeda dengan Malaikat. Manusia meningkat dari tingkat yang satu ke tingkat yang lebih tinggi. Dan terus menerus mendekatkan diri kepada Allah Jalla Wa’azza. Serta manusia akan memperoleh tambahan dari kedekatannya kepada Allah. Sedangkan pintu tambahan untuk Malaikat tertutup. Masing-masing Malaikat sudah memiliki satu tingkatan saja, yang tidak dapat dilampauinya. Malaikat tidak akan berpindah dari jenis ibadah yang dijalaninya dan tidak akan berhenti melakukannya. Firman :
وَ لَـه مَنْ فِى السَّـموَاتِ وَ اْلاَرْضِ وَمَنْ عِـنْدَ هُ لاَ يَـشْــتَــكْـبِرُوْ نَ عَنْ عِــبَادَ تِــــه وَ لاَ يــَسْــتَـحْــسِــرُوْنَ يُــسَـــبِّـحُـوْنَ الَّــيْــلَ وَ الـنَّـــهَارَ لاَ يـَــفْـــتَــرُ وْ نَ
"Dan kepunyaan-Nya-lah segala yang ada di langit maupun yang di bumi. Dan para Malaikat yang ada di dekat-Nya. Mereka tidak merasa Angkuh menyembah-Nya. Dan tidak pula merasa letih". "Mereka tetap bertasbih Siang dan Malam tidak ada henti-hentinya". (Q.S. Al-An-Biyaa’ : 19 - 20)
Pada haqikatnya kunci tambahan itu adalah Sholat. sebagaimana Firman-Nya :
قَـدْ اَ فْــلَــحَ الْــمُــؤْ مِــنُـوْ نَ . ا لَّـذِ يْـــنَــهُـمْ صَــلـو تِـــهِـمْ خَاشِـعُـوْ نَ
"Sesungguhnya beruntung orang yang Beriman". "(yaitu) orang-orang yang Khusu’ dalam Sholatnya. (Q.S. Al-Mukminuun : 1 - 2)
Dalam ayat tersebut Allah SWT memuji mereka-mereka yang Sholat, selain karena Iman kepada Allah mereka juga khusu’ dalam Sholatnya. Kemudian Allah mengakhiri pelukisan sifat orang-orang yang beruntung tersebut karena Sholatnya :
وَ الَّـذِ يْـنَ هُـمْ عَــلىَ صَــلـو تــِـهِـــمْ يـُحَا فِـظُــوْ نَ
"Dan orang-orang yang yang memelihara Sholat nya". (Q.S. Al-Mukminuun : 9)
Selanjutnya Allah menyebutkan di dalam Al-Qur-aan. Hasil yang akan mereka peroleh, disebabkan adanya sifat-sifat tersebut dengan Firman-Nya :
اُولــئِـكَ هُـمُ الْــوَ ارِ ثُــوْ نَ . ا لَّـذِ يْـنَ يَـرِ ثُــوْنَ الْــفِــرْدَ وْسَ هُـمْ فِــيْــهَا خــلـِدُوْ نَ
"Mereka itulah orang-orang yang akan menjadi pewaris". "(yang) Mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya". (Q.S. Al-Mukminuun : 10 - 11)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah melukiskan bahwa mereka bersama-sama menerima keberuntungan dan mendapat Anugerah kemenangan dan pada akhirnya menikmati surga yang tak pernah terlihat oleh mata di dunia. Dan tak pernah terdengar oleh Telinga. Serta sedikitpun tak pernah tersirat dalam ingatan.
29 March 2008
26. Ta'rif (Defenisi) Ikhlas
Maksud Ikhlas itu ialah melaksanakan Ibadat hanya semata-mata karena ingin mendekatkan diri kepada Allah. Bukan karena melahirkan ta’at di hadapan umum. Dan bukan pula mengharap pujian dan sanjungan orang, agar disayang dan mendapat perhatian dari masyarakat.
Jika ditegaskan, bahwa Ikhlas itu ialah mebersihkan ‘Amal dalam beribadah dari perhatian umum. Agar Hati tidak Riya dan merasa ‘Ujub (heran kepada diri). Sebagaimana yang di Perintahkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya :
Jika ditegaskan, bahwa Ikhlas itu ialah mebersihkan ‘Amal dalam beribadah dari perhatian umum. Agar Hati tidak Riya dan merasa ‘Ujub (heran kepada diri). Sebagaimana yang di Perintahkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya :
قُــلْ اِ نّـِيْ اُمِـرْ تُ اَنْ اَ عْـــبُــدَ الـلّـــهَ مُخْــلِـصًالَّـــهُ الـدِّ يْـنَ
“Katakanlah !!! Saya diperintah (hanya) menyembah Allah dan ber-Agama dengan tulus ikhlas karena-Nya”. (Q.S. Az-Zumar : 11)
وَ اُمِرْتُ ِلأَنْ اَ كُــوْنَ اَوَّ لَ الْـمُسْـلِـمِـيْـنَ. قُـلْ اِ نِّـيْ اَخَافُ اِنْ عَصَــيْتُ رَ بِّـيْ عَـذَابَ يـَـوْ مٍ عَـظِــيْمٍ. قُـلِ الـلّـــهَ اَعْــبُـدُ مُخْــلِـصًالَّــهُ دِ يْـنِـيْ . فَاعْـــبُـدُوْا مَاشِـئْــــتُــمْ مِّـنْ دُوْ نـِــــه قُـلْ اِنَّ الْـخسِـرِ يْـنَ الَّـذِ يْـنَ خَسِـرُوْآ اَ نْــفُسَـــهُـمْ وَ اَ هْـلِــيْــهِـمْ يـَوْ مَ الْــقِــيَا مَـةِ اَلاَ ذ لـِكَ هُـوَ الْـخُـسْــرَ انُ الْــمُــبِـــيْــنُ
“Saya disuruh menjadi orang pertama berserah diri”.“Katakanlah ! Sesungguhnya saya takut terhadap ‘azab pada hari Qiyamat. Jika saya durhaka kepada-Nya”.* “Katakanlah !!! hanya Allah saja yang aku sembah dengan Ikhlas dalam menjalankan Agamaku”. “Maka sembahlah Hai orang-orang Musyriq apa saja yang kamu sukai selain dari Allah ! “Katakanlah !!! “Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang yang merugikan dirinya sendiri dan keluarganya pada hari Qiyamat. “Ingatlah !!! Yang demikian itu adalah kerugian yang sangat nyata”.* (Q.S. Az-Zumar : 12 s/d 15)
اِلاَّ الَّـذ ِيْـنَ تَـابـُـوْا وَ اَصْــلَحُـوْ ا وَ اعْــتَــصَــمُـوْا بِـالـلّــــهِ وَ اَخْــلَــصُـوْ ا دِ يْــنَـــهُـمْ لـِلّــــهِ فَــأُو لــئِـكَ مَـعَ الْــمُـؤْ مِــنِــيْــنَ، وَ سَــوْ فَ يُــؤْ تِ الـلّـــــــهُ الْـمُــؤْ مِـنِــيْـنَ اَجْــرًا عَـظِــيْــمًا
“Kecuali orang-orang yang Taubat. Dan melakukan islah (Tidak lagi mengulangi kesalahan yang lama, kemudian berbuat baik dan benar). Dan berpegang teguh kepada Agama Allah dan dengan Ikhlas mematuhi (Agamanya) karena Allah. Maka mereka akan bersama-sama orang-orang yang beriman. Dan Allah akan memeberi orang-orang yang beriman Pahala yang sangat besar”. (Q.S. An-Nisaa’ : 146)
Orang yang tidak ikhlas, akan melihat situasi dan kondisi. Dimana yang enak, kesanalah ia akan pergi. Mereka kira itu adalah sikap yang baik dan bisa menipu Allah.
فَـادْ عُـواالـلّـــهَ مُخْــلِـصِـيْـنَ لَــهُ الـدِّ يْـنَ وَ لَـوْ كَــرِهَ الْـكــفِــرُوْنَ
“Serulah Allah saja. Dengan beribadah yang Ikhlas kepada-Nya. Walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya”. (Q.S. Al-Mukmin : 14)
اِنَّـآ اَ نْزَ لْــنَآ اِلَــيْـكَ الْـكِــتَابَ بِـالْحَـقِّ فَاعْــبُدِالـلّــهَ مُخْـلِصًالَّـهُ الدِّ يْنَ
“Sesungguhnya KAMI menurunkan Kitab (Al-Qur-aan) kepadamu berisi kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan Ikhlas”. (Q.S. Az-Zumar : 2)
وَ مَآ اُمِرُوْآ اِلاَّ لِـيَـعْــبُـدُ الـلّـــهَ مُخْـلِـصِيْـنَ لَــهُ الـدِّ يْـنَ ، حُــنَــفَـآ ءَ وَ يـُـقِــيْمُـوْاالـصَّـلاَ ةَ وَ يـُـؤْ تُــواالـزَّ كــو ةَ وَ ذ لـِـكَ دِ يْـنُ الْــقَــيِّــمَـةِ
“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Allah. Mengikhlaskan Agama bagi-Nya (mengharap Ridho-Nya) Mendirikan Sholat. Dan membayar Zakat. Demikianlah Agama yang benar”. (Q.S. Al-Baiyinah : 5)
قُـلْ اَ تـُحَـآجُّـوْ نَـــنَـا فِى الـلّـــهِ وَ هُــوَ رَ بُّــنَا وَ رَ بُّـكُـمْ ط وَ لَــــنَآ اَعْــمَالُـــنَا وَ لَــكُـمْ اَعْـمَا لُـكُـمْ ج وَ نَـحْـنُ لَــه مُـخْــلِـصُـوْ نَ
“Katakanlah ! “Apakah kamu mau Berdebat dengan kami, tentang (Ketunggalan) Allah ?”. “Padahal DIA-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami pahala ‘Amalan kami. Dan bagimu pahala ‘Amalan kamu. Dan hanya kepada-Nya kami menyembah dengan Ikhlas”. (Q.S. Al-Baqarah : 139)
Pendapat ‘Abdul Qosim ‘Abdul Karim Al-Qusyai riy. Dalam Risalahnya :
أَ ْلإِخْـلاَصُ إِفْـرَدُالْحَـقِّ سُــبْحَا نَــهُ وَ تَــعَـالىَ فِى الـطَّاعَــةِ بِـالْـقَـصْدِ
“Ikhlas itu ialah Mendahulukan Ta’at Ibadat hanya untuk Allah Yang Haq saja”.
(atau membulatkan tekad dan tujuan dalam Beribadah kepada Allah saja)”.
Maksudnya ikhlas itu ialah Melaksanakan Ibadah semata-mata hanya karena hendak mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Bukan karena Ria dan ingin dilihat oleh masyarakat banyak. Berpegang kepada Hadits Nabi Saw :
مَنْ أَعْطَى لـِلّــهِ تَــعَـلىَ وَ مَــنَـعَ لـِلّــهِ تَــعَـلىَ وَ أَحَـبَّ لـِلّـــهِ تَـعَـلىَ وَ أَ بـْـغَـضَ لـِلّــــهِ تَــعَــلىَ وَ أَ نْــكَــحَ لـِلّــــهِ تَـعَـلىَ فَــقَــدِ سْــتَــكْــمَــلَ إِ يْــمَا نُـــهُ
“Barangsiapa memberi karena Allah. Menolak karena Allah. Mencintai karena Allah. dan Menikah karena Allah. Maka sempurnalah Imannya”. (H.R. Abu Daud)
Maksudnya ialah segala sesuatu wajib dengan karena Allah. Ia marah karena Allah, tidak marah karena Allah. Segala urusan atau pekerjaan hanya karena Allah.
Ulama besar Abu ‘Ali - Ad-Daqqoq berpendapat :
أَ ْلإِ خْـلاَصُ الـتَّــوَ قِّى عَنْ مَــلاَحَـظَــةِ الْـخُــلْــقِ ، وَ الـصَّــدْ قُ الـتَّــنَــقِى عَنْ مَـطَا وَ عَـةِ الــنَّــفْـسِ
“Ikhlas itu ialah memelihara Ibadah dari perhatian manusia. Dan benar itu ialah bersih Hatinya dari mengikuti hawa nafsu”.
Tegasnya, orang yang Mukhlis itu, tidak hadir rasa riya di dalam Hatinya. Dan setiap ia melaksanakan Ibadah apakah perbuatannya itu dilihat orang atau tidak, sama saja. Dengan kata lain :
أَ ْلإِخْـلاَ صُ أَنْ تَـسْــتَــوِيْ أَ فْـعَـلُ الْــعِــبَادِ فِى الـظَّاهِـرِ وَ الْـــبَاطِــنِ
“Ikhlas itu ialah “Bersamaan perbuatan pada zahir dan batin”. (Melaksanakan sesuatu di muka orang, sama saja dengan melakukannya di belakang orang)”.
Kita perhatikan Hadits di bawah ini :
إِنَّ الـلّـــهَ تَــعَـلىَ لاَ يَــنْـظُــرُ إِلىَ أَجْـسَادِكُـمْ ( أَ وْصُـوَ رِكُـمْ ) وَ لاَ إِ لىَ أحْــسَا بِـكُـمْ وَ لاَ إِلىَ أ مْــوَا لِـكُـمْ وَ لـكِـنْ يَــنْـظُــرُ إِلىَ قُــلُــوْ بِـكُـمْ . فَـمَـنْ كَـانَ لَــهُ قَـــلْـبِ صَالِــحٌ تَـحَــنـَّـنَ الـلّـــهِ عَــلَــيْـهِ. وَ أَ مَّا أَ نْـــتُــمْ بَـــنِى آ دَ مَ فَــأَحَــبُّـكُـمْ إِلىَ الـلّــــهِ أَ تْــقَا كُــمْ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak memandang postur tubuhmu dan tidak pula (memandang) kedudukanmu maupun harta kekayaanmu. Tetapi Allah menilik pada Hatimu. Barangsiapa memiliki Hati yang Sholeh maka Allah menyukainya. Bani Adam yang sangat dicintai Allah adalah yang paling Taqwa”. (H.R. Ad-Dailami dan Muslim)
مَنْ أَسْـخَـطَ الـلّــــهَ فِى رِضَاالـــنَّا سِ سَـخِـطَ الـلّــــهُ عَــلَـــيْــهِ وَ أَسْـخَـطَ عَــلَـــيْــهِ مَـنْ أَرْضَا هُ . وَ مَـنْ أَ رْضَى الـلّــــهَ فِى شَـخَـطِ الـــنَّا سِ رَضِـيَ الـلّــــهُ عَــنْــهُ وَ أَ رْضَى عَــنْـهُ مَنْ أَسْخَـطَ فِى رِضَا هُ حَــتَّى يُـزَ يِّــنَــهُ وَ يُـزَ يِّـنَ قَــوْ لُــهُ وَ عَـمَــلُــهُ فِى عَــيْــنِــهِ
“Barangsiapa meraih murka Allah untuk meraih kerelaan manusia. Maka Allah murka kepadanya. Dengan murka itu maka menjadikan orang yang semula senang jadi murka kepadanya*. Namun barangsiapa yang meraih Ridho Allah. (Meski dengan itu) akan menarik kemurkaan manusia. Maka Allah akan meridhoinya. Dan menyenangkan orang yang pernah memurkainya. Sehingga Allah memperindahnya. Memperindah ucapannya dan perbuatannya dalam pandangan-Nya”. (Ath-Thabrani)
مَنْ أَحْسَـنَ فِــيْـمَا بَــيْــنَـهُ وَ بَــيْـنَ الـلّــــهِ كَـــفَا هُ الـلّــــهُ مَا بَــيْــنَــهُ وَ بَــيْـنَ الـــنَّا سِ وَ مَـنْ أَصْــلَـحَ سَــرِ يْــرَ نَــهُ أَصْــلَــحَ الـلّــــهُ عَــلاَ نِـــيَــتَـــهُ
“Barangsiapa memperbaiki hubungan dengan Allah, maka Allah akan menyempurnakan hubungannya dengan manusia. Barangsiapa memperbaiki apa yang dirahasiakannya, maka Allah akan memperbaiki apa yang dizahir kannya”. (H.R. Al-Hakiim)
Kalimat Orang ‘Arif yang Bijaksana :
‘Amal perbuatan tanpa Niat adalah suatu kesukaran. Dan Niat tanpa Ikhlas adalah Riya. Sementara Riya itu sebanding dengan Munafiq. Dan Riya dengan Durhaka itu adalah sama. Ikhlas tanpa kebenaran dan pembuktian adalah bagaikan debu yang beterbangan.
وَ قَـدِمْـنَآ اِلىَ مَاعَـمَـلُـوْ ا مِنْ عَـمَــلٍ فَـجَــعَــلْــنــهُ هَــبَآ ءً مَّــنْــثُــوْ رًا
“Dan KAMI hadirkan (diperlihatkan) ‘Amalan yang mereka lakukan. Kemudian KAMI jadikan (‘amalan) itu menjadi Debu yang beterbangan (Sehingga sedikit pun tidak berguna bagi mereka)”. (Q.S Al-Furqoon : 23)
Bagaimana mungkin orang yang tidak mengetahui Haqikat Niat itu bisa membetulkan Niatnya atau memperbaiki ikhlasnya, sementara ia sendiri tidak mengetahui Haqikat Ikhlas itu sendiri. Dan bagaimana orang yang Ikhlas menuntut dirinya masuk ke dalam kategori kebenaran ? apabila ia sendiri tidak mengetahui arti kebenaran itu dengan sebenar-benarnya.
Maka tugas yang pertama bagi setiap individu, hamba yang ingin ta’at kepada Allah SWT adalah wajib belajar tentang Niat dengan sebenarnya sehingga faham betul Haqikat Niat tersebut. Kemudian ia harus membetulkannya dengan perbuatan setelah memahami Haqikat kebenaran. Dan Ikhlas itu adalah jalan kedua menjadi perantara hamba menuju keselamatan dan kemurnian fitrahnya.
إِذَاالـتَّــقـى الصَّــفَّانِ نَــزَ لَـتِ الْــمَــلاَ ئِـكَــةُ تَــكْـــتُـبُ الْـخَــلْــقَ عَـلَى مَـرَ تِــبِــهِمْ فُلاَنِ يُـقَـا تِــلُ لـِلـدُ نْــيَـافُــلاَنِ يـُـقَا تِــلُ حَـمِـيَّـةَ فُــلاَنِ يـُــقَاتِــلُ عَـصَـبِــيَّــةً ، أَ لاَ فَــلاَ تَــقُــوْلُــوْا فُــلاَنٌ قُــتِــلَ فِى سَـبِــيْــلِ الـلّــــهِ فَـمَـنْ قَا تَــلَ لــِتَــكُــوْنَ كَــلــِمَــةُ الـلّــــهِ هِيَ الْــعُــلْـــيَا فَــهُــوَ فىِ سَــبِــيْــلِ لـلّـــــهِ
“Apabila dua Barisan Perang bertemu. Maka Malaikat turun untuk menulis kerja manusia menurut tingkatan mereka. Si fulan berperang karena dunia. Si fulan berperang karena marah. Si fulan berperang karena fanatik golongan. Ingatlah ! Janganlah kamu berkata. ”Si fulan terbunuh di jalan Allah. Sebenarnya ialah barangsiapa yang berperang hanya untuk meninggikan Agama Allah. Itulah yang di jalan Allah”. (H.R. Ibnu Mubarak hadits dari Ibnu Mas’ud)
No comments:
Post a Comment
Silahkan luangkan waktu anda untuk memberikan Sedikit Komentar Buat Kemajuan Blog ini.. Setetes Komentar anda sangat berarti buat saya ok tulis yaaa..